Waktu
dapat bocoran kalau saia bakalan dinas ke Melbourne, saia gumbira setengah
mati. Wajar dong. Namanya juga orang pelit. Paling girang deh kalau bisa
ke luar negeri tanpa keluar biaya pribadi.
Tapi sebelum
dinas, saia harus kerja mati-matian plus overtime
gak dibayar beberapa hari untuk menyelesaikan persiapan ke sana. Mana di saat
genting, Bos dikirim dinas seminggu ke Republik Super Junior. Untungnya saia dan rekan-rekan bisa
menyelesaikan semua persiapan dengan baik. Paspor keluar, presentasi kelar,
visa beres, tinggal berangkat.
Di tengah
kesibukan itu, pengumuman Fantasy Fiesta 2011 keluar. Cerita saia, Dongeng Kanvas, ternyata keluar sebagai
pemenang kedua. Saia juga memenangi dua polling.
Pertama untuk kategori Karakter Paling Bikin Jatuh Cinta (gak
sia-sia Ruis dinas nebar napsu,) dan
salah satu Ilustrasi Favorit Pembaca.
Terima kasih kepada semua teman yang sudah mendukung. Akan ada Parodi Kanvas spesial untuk anda semua
nanti.
Klutuk klutuk tek tok tek tok... |
Sayangnya
saia gak bisa ikutan pesta lama-lama. Pasalnya dinas sudah memanggil. Jadilah
saia pamit ke Bandara Soekarno-Hatta.
Bos dan A si Jerman rupanya sudah menunggu di sana dengan sebuah amanat
khusus untuk saia dari Bos Gede. Bentuknya bisa anda lihat pada gambar di kanan...
Begitu ngelihat benda ini, pikiran saia langsung
melayang ke Mot-nya Shin Megami Tensei. Yang di bawah ini nih...
Jangan keluar! Plis, jangan! GYAAA! |
Beda-beda tipis gak sih? Saia jadi ngeri di dalam
kotak amanat itu ada sesuatu yang sama creepy-nya
dengan isi peti mati Mot. Jadi, tanpa seijin Bos maupun Bos Gede, saia membuka
kotak itu. Isinya ternyata...
... jelang... eh, maksud saia, wayang golek Betawi yang cantik. Tapi memang sangat,
sangat creepy. Sialan. Pantes aja Bos
saia gak mau bawa kotak ini. Mana di pesawat tempat duduk saia, A, dan Bos misah-misah
jauh lagi. Tujuh jam penerbangan, dan saia harus duduk sendirian bersama Mpok Demon Doll. Sialan kuadrat!
Tapi Mpok Demon Doll ternyata teman seperjalanan yang
menyenangkan. Dia gak rewel minta ini-itu, dan menghabiskan waktu dengan bobo-bobo
di dalam kotaknya.
Dia cuma ribut pas di Bandara Ngurah Rai. Teman saia A, dalam rangka mempraktekkan spirit
Jermannya yang mencintai keteraturan dan ketepatan waktu, mulai menggerutu
macam-macam begitu ngelihat antrian imigrasi yang panjang. Mpok Demon Doll
agaknya nggak suka karena A mengganggu waktu tidurnya. Jadilah selama ngantri
dia ngeluarin bunyi-bunyi creepy, dan
tiap kali saia taruh di lantai, kotaknya bergerak sendiri.
Klutuk
klutuk. Klutuk klutuk. Tek tok. Tek tok.
Baik turis Aussie yang ngantri di depan saia, turis
Jepang yang ngantri di belakang saia, maupun Mas-mas Petugas Imigrasi yang
ganteng nian, terus curi-curi pandang. Tapi nggak ada yang berani nanya
apa-apa. Jadilah saia menarik kesimpulan bahwa, pertama, creepy itu melintasi batas negara, bangsa, dan bahasa. Kedua, negara
kita rupanya nggak menetapkan bea, ketentuan, atau prosedur karantina khusus
untuk membawa boneka berarwah ke luar negeri.
Dan ketiga, alasan kedua bisa saja keliru. Mungkin Mas-mas
Petugas Imigrasi yang ganteng itu sebetulnya ngecengin saia, bukannya mengawasi
kotak Mpok Demon Doll.
Sampai di
pesawat, Mpok Demon Doll bobo lagi. Ya sudah, saia ikutan bobo setelah menyantap rendang
Garuda Indonesia yang ternyata enak.
Jam-jam berlalu. Pengumuman bangun pagi terdengar. Saia buka mata, mengisi kartu imigrasi, makan
omelet, dan menunggu. Nggak lama berselang kita akhirnya touchdown di Bandara Tullamarine.
Melbourne, here I come!
Saia langsung
gumbira begitu ngelihat mobil jemputan saia adalah ini.
BMW 515i. Bahkan
A pun terkesan dan mulai menyampaikan pidato singkat tentang kebanggaannya
terhadap mobil-mobil Jerman.
Kami tiba
satu hari sebelum Hari Besar. (Nanti
akan saia ceritakan lebih banyak.) Tapi Bos memutuskan pelatihan khusus saia
mulai begitu kita selesai naruh barang di hotel. Kami harus mutarin pusat kota
Melbourne dalam rangka mencari keterangan tentang tempat-tempat yang ada di
sana. Jadilah hari pertama kami habiskan dengan menjelajahi Melbourne dari
ujung ke ujung.
Dengan jalan
kaki.
Tepar gila. Apalagi
suhu hari itu cuma sekitar 15 derajat.
Waktu nunggu pesawat di Bandara Soekarno-Hatta, Bos saia dan A ketawa
karena saia bawa jaket parka dan sarung tangan. “Mau ke Siberia, Loe?” gitu
kata mereka. Tapi begitu kita menjelajah kota, terbukti cuma saia yang
nyante-nyante sementara mereka nyari coffeeshop
untuk beli minuman hangat tiap 15 menit sekali. Hehehe…
Selama
jalan-jalan hari pertama inilah saia memerhatikan bahwa Melbourne bukan kota
besar. Dalam 3 - 4 jam kita bisa
menjelajahi hampir semua kota itu dengan jalan kaki. Terlebih lagi tata kotanya
sudah diatur sedemikian rupa hingga orang buta arah pun mustahil nyasar. Pusat
kota Melbourne berbentuk persegi panjang. Jalan-jalannya saling tegak lurus,
hingga dari atas wilayah itu agak mirip papan catur.
Inilah hasil
keliling-keliling hari pertama saia. Pertama, yang di atas, adalah pemandangan Little Collins Street tempat saia, A,
dan Bos menginap. Kedua (samping) adalah Melbourne Town Hall,
balaikota Melbourne yang menurut A bergaya arsitektur Eropa daratan.
Spesifiknya, Wina dan Berlin. Hal ini agak mengejutkan,
sebetulnya; Federasi Billabong
adalah anggota Negara-negara Persemakmuran, jadi sebetulnya lebih wajar kalau gedung-gedung
kuno mereka bergaya Inggris.
Yang menarik
juga tempat pada foto di bawah ini, Flinders Street Station,
stasiun kereta antar kota di Melbourne. Di belakangnya kami bisa langsung
ngintip-ngintip Melbourne Exhibition Centre dan Sungai Yarra.
Tapi acara
jalan-jalan ke sana harus disimpan untuk nanti.
Hari Besar akhirnya tiba. Rombongan Bos Gede datang dari Jakarta ke
Melbourne untuk melakukan pertemuan dengan sesama Penggede dari kota-kota lain
di seluruh Asia-Pasifik. Saia harus
melakukan banyak hal sebagai bagian dari pelatihan khusus. Saia harus jadi guide keliling Melbourne, berurusan
dengan orang konsulat, menyiapkan bahan-bahan untuk pertemuan, mendandani Mpok
Demon Doll yang rencananya akan menjadi ‘duta’ pertukaran budaya (arwah)
Jakarta - Melbourne, bahkan menyusun salah satu presentasi penting.
Komposisi: 100% Haram, 100% Lezat |
Habis makan
siang saia ngobrol dengan teman-teman sesama kuli negara muda yang juga lagi
dilatih oleh bos masing-masing. Ada Bu W yang berasal dari Surabaya, ada B yang
berasal dari Melbourne. Ada juga dua temen baik saia, J Cowok dari Seoul dan J Cewek dari Provinsi Jeju, plus S dari Taipei.
Satu
kejadian yang secara khusus nempel di ingatan adalah ketika kita ngomongin lambang
kota. Bu W berusaha menjelaskan kepada B mengenai Sura si Hiu dan Baya si
Buaya, lambang kota Surabaya. Dengan khidmat beliau memegang patung kristal
lambang Surabaya dan berkata, "Ini Sura si Hiu dan Baya si Buaya. menurut cerita setempat, mereka bertarung untuk memperebutkan gelar hewan terkuat. Tempat pertarungan mereka akhirnya dinamai Surabaya, dan di masa kini menjadi Kota Surabaya."
B mengamati
patung kristal di tangan Bu W dengan serius. Dasar orang Aussie, yang
terbiasa menghadapi hewan liar dengan pikiran nyantai ala Steve Irwin / Crocodile Dundee, dia akhirnya menjawab dengan senyum lebar dan polos, “Kalau kata saia
seh, buayanya yang menang!”
Saia, J
cowok, J cewek, S, dan terutama Bu W, langsung gubrak berjamaah.
Hari pertama
ditutup dengan penyerahan Mpok Demon Doll kepada para kuli negara yang mengurus
seni dan budaya di Melbourne. Benernya
saia rada iri. Enak tenan Mpok Demon Doll bisa tinggal di kota nan tenang dengan
udara bersih dan langit biru. Tiap malam dia bisa berjalan-jalan dengan sesama
artefak berarwah penghuni ruang kebudayaan Town Hall. Sementara saia? Kembali
ke Jakarta yang kelabu dan penuh asap. Ah…
Itu atapnya mirip tutup bungkus Bakmi GM dan dua sumpit gak sih? |
Kemudian
tibalah hari kedua. Saia dan Bos ditugasi menghadiri konferensi seni budaya di
Melbourne Exhibition Centre yang terletak di tepi Sungai Yarra.
Keren banget
yah. Di dalamnya lebih keren lagi.
Konferensinya
sendiri seru; topik paling keren yang dibahas di konferensi ini adalah
bagaimana membawa seni kepada masyarakat. Seni tidak diletakkan di tempat
tinggi, tidak juga sebagai sesuatu yang hanya bisa dinikmati oleh kalangan
terbatas atau orang-orang berduit. Sebaliknya. Seni adalah milik masyarakat
luas dan selayaknya membumi; seni itu inklusif, bukan eksklusif.
Panitia
konferensi menyediakan makan siang. Selama makan siang itu kita juga bisa
melihat penampilan dari beberapa musisi. Salah satunya ini. Noriko Tadano dan George Kamikawa. Koboi Jepang-Aussie
dan Cewek Punk Jepang bersenjata shamisen
listrik.
Yeah. Ngingetin saia sama game PS1 berjudul Rising Zan: The Samurai Gunman. Selama mereka perform, benak saia terus menyanyikan Johnny No More, theme song Rising Zan yang corny, tapi anehnya sangat epic itu.
Rising Zaaaa~n! Samurai Gunmaaa~n! |
Yeah. Ngingetin saia sama game PS1 berjudul Rising Zan: The Samurai Gunman. Selama mereka perform, benak saia terus menyanyikan Johnny No More, theme song Rising Zan yang corny, tapi anehnya sangat epic itu.
Rising Zaaa~n! Samurai Guuu~nman!
Rising Zaaa~n! (Yeaaaah!) Johnny Nooo~
Mooo~re!
Hari kedua
ditutup dengan ngupi-ngupi di coffeeshop
kecil bersama rombongan Bos Gede. Pagi hari ketiga mereka pulang. Saia langsung
teriak, MERDEKA! Akhirnya, bebas menjelajah Melbourne!
Dengan
kamera dan peta di tangan, saia muter-muter untuk berburu kenangan, foto, dan
souvenir. Perhentian pertama saia adalah di suatu tempat gak jauh dari Melbourne Town
Hall, di mana sekumpulan anak muda sedang ngamen dengan breakdancing.
Saia berharap mereka jatuh gedubrakan. Sayang harapan saia gak terkabul. Jadilah saia nyumbang 2 dolar ke mereka... |
Kalau anda
memerhatikan tampang-tampang para anak muda itu, anda akan mendapati bahwa
nggak ada ras yang dominan. Tampang Kaukasia, Asia, India, Melayu, semua ada
dalam jumlah yang nyaris sama rata. Menurut pengamatan saia pribadi, hal ini
menyebabkan pendatang mudah masuk ke sana. Soalnya nggak ada rasa intimidasi
yang muncul dari kehadiran kaum penduduk yang dominan. Melbourne benar-benar
kota yang plug and play, kalau kita
memakai istilah hardware. Siapapun
bisa datang ke sana dan langsung merasakan sense
of belonging terhadap kota tersebut…
…selama yang
bersangkutan punya pendapatan yang cukup, tentunya! Harga barang di Melbourne
ini bener gila-gilaan. Bayangkan, satu botol air mineral 300 ml harganya dua
dolar. Itu berarti sekitar tujuh belas ribu lima ratus rupiah. Naujubile Kolorbabe! Di
Jakarta, barang yang sama kira-kira enam ribu. Sebotol Coca-Cola
250 ml harganya sekitar lima dolar, alias empat puluh tiga ribu rupiah.
Mamih. Segulung souvlaki (kebab Yunani)
harganya tiga belas dolar. Yang berarti seratus tiga belas ribu rupiah. Itu
lima kali lipat harga Doner Kebab di Jakarta. Gyaaaaa~!
Kenapa ya waktu itu saia ga kepikiran rekues lagu... |
Pun mereka
main musik dan ngelukisnya bener-bener bagus. Nggak kayak pengamen Jakarta yang
kebanyakan cuma asal kecrek dan nagih receh. Masalahnya juga terletak pada perbedaan cara pandang dan tujuan
mengamen. Di Jakarta, orang mengamen karena butuh makan dan nggak tahu mau kerja
apa. Di Melbourne, orang menjadi seniman jalanan sebagiannya karena mereka
memang bisa berkesenian, dan ingin mengekspresikan diri.
Hal ini
sejalan dengan pandangan dalam konferensi yang saia hadiri sehari sebelumnya. Seni
adalah milik masyarakat. Seni layak dipertunjukkan di ruang publik, bukan hanya
dikekang di dalam gedung-gedung kesenian. Sebab inilah di Melbourne seniman
jalanan nggak dianggap sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial yang
harus diangkut-angkut sama Satpol PP plus Biro Kesos DKI.
Perhentian
saia yang berikut adalah beberapa art
shop, pop-culture shop, dan souvenir shop. Di sana saia menemukan
barang-barang aneh ini.
Mari kita lihat lebih dekat. Yang pertama, playing card dengan artwork dari Tim Burton. Pencipta The Nightmare Before Christmas dan Corpse Bride. Keren!
Semua ini punya saia. Yeah. Sama sekali gak ada niat bagi-bagi ke orang, selain bagi-bagi iri. |
Mari kita lihat lebih dekat. Yang pertama, playing card dengan artwork dari Tim Burton. Pencipta The Nightmare Before Christmas dan Corpse Bride. Keren!
Yang kedua, Fantod
Pack buatan Edward Gorey. Ini parodi kartu tarot yang (lucunya) cuma bisa
dipakai untuk meramalkan nasib buruk.
Ketiga, kupu-kupu
biru ini. Cantik ya. Ini bukan opal Aussie yang mahal banget itu, tapi cangkang
paua,
sejenis kerang yang hidup di sekitar Selandia Baru.
Ketahuan saia bokek, gak sanggup beli opal Aussie, hehehe. |
Dan keempat, yang paling epik, adalah t-shirt ini. Lihat emblemnya baik-baik. Yeah. Lambang House Stark dari A Song of Ice and Fire. Saia bukan fanatik serial ini. Malah saia rada on-off nonton film seri Game of Thrones. Saia beli ini karena emblemnya keren, karena saia suka serigala, dan karena saia tahu akan ada orang-orang yang sirik binti iri melihat saia punya tee ini. Hehehe.
Sirik is Coming. I can feel it. Muwahahahaha! #gumbira |
Perhentian terakhir saia adalah Sungai Yarra. Yang ini sedikit spesial. Sebab pertama adalah karena saia berhasil mengambil banyak potret. Wuhu! Silakan diintip satu di antaranya.
Selain poto
di atas, saia juga berhasil membujuk seseorang untuk bercerita pada saia
tentang The Rainbow Serpent alias Der Regenbogen Schlange alias Sang Ular Pelangi.
Art by Kinjaii. |
Dalam kepercayaan masyarakat Aborigin Australia, dahulu sekali ada seekor ular raksasa yang melata di permukaan bumi. Jalur yang dilintasi si ular itu berubah menjadi lembah dan jurang. Begitu hujan turun, sebagian lembah serta jurang tersebut menjadi sungai-sungai yang bercabang. Tanaman lalu tumbuh di tepian sungai tersebut. Tak lama setelahnya hewan dan manusia mulai muncul, dan makan dari tanaman yang tumbuh di tepi sungai-sungai.
“Itu sebabnya
di dalam beberapa karya seni Aborigin, Ular Pelangi digambarkan dikelilingi
oleh berbagai macam makhluk. Ada hewan, tanaman, dan manusia. Ular ini adalah
dewa, dan darinya, semua kehidupan bersumber.”
Begitu
kira-kira penjelasan yang saia dapat dari orang itu. Beda banget dengan
penggambaran ular dalam agama samawi yang di-casting jadi penjahat, yak?
Tapi
pertanyaan saia berikutnya nggak ada hubungannya dengan itu. Alih-alih memulai
diskusi pintar tentang perbedaan peran ular dalam kepercayaan Aborigin dan
agama samawi, saia menyeletukkan pertanyaan yang sama sekali gak intelek.
“Kok namanya
Ular Pelangi?”
Iyah, cupu.
Saia tahu pertanyaan saia cupu. Tapi namanya kepo, mau apa lagi?
Narasumber
saia menjawab, “Karena pelangi adalah keberagaman, dan Ular Pelangi adalah dewa
yang merayakan keberagaman.”
“Masa sih?”
Narasumber
tersenyum lagi. “Kita sekarang sedang berada di dalam salah satu lukisan Sang
Ular Pelangi. Masak kamu gak liat sih?”
Ketika
itulah saia nepok jidat. Melbourne—dengan penduduknya yang multietnis,
pengamennya, tamannya, trotoarnya, camar-camarnya, bangunannya, Coca-Cola lima dolarnya, seni jalanannya—adalah
keberagaman hidup yang bertebaran di tepi Sungai Yarra; dan Sungai Yarra itu
sendiri adalah tubuh Sang Ular Pelangi. Menyadari ini saia duduk di tepi sungai
sampai malam sekali, ditemani kopi, segulung souvlaki, dan pikiran-pikiran ganjil. Andai saja Sang Ular Pelangi
melata sampai Ciliwung, mungkin sekarang Indonesia tidak akan dipenuhi oleh
ular-ular yang lebih jahat daripada ular-ular samawi…
Luz Balthasaar
Walking with the Rainbow Serpent
11 komentar:
Wow Jurnal lagi toh, ahh disini saya drooling...
Ngomong-ngomong itu di foto sungai yarra, itu cc sendiri, atau penampakan-seseorang-depresi-yang-mereka-ulang-peristiwa-bunuh-dirinya?
HFGL cc
Ivan z.
Jurnal-jurnal saia memang tujuannya untuk memancing drooooo~~ool.
...sekaligus doa. Semoga suatu saat yang baca jangan cuma ngedrool, tapi beneran pergi ke tempat yang sudah saia datangi. Amin. #bakarmenyan
Itu yang di Sungai Yarra bukan saia. Kayaknya sih memang oknum bunuhdiriwati. Soalnya begitu saia turunin kamera, ybs menghilang entah kemana...
HFGL apa sih? O_O
Beneran seriusan kotaknya Mpok Demon Doll bergerak-gerak sendiri waktu di bandara? ><
Adrian
Iyah Om. Itu gerak. Klutuk klutuk tek tok gitu... ^^*
Entah apakah memang Mpok Demon Doll yang gerak, atau ada tikus lewat, wekekeke... XD
Si empunya kisah ngga ikutan mejeng ?:p
Zenas
HFGL itu have fun good luck
cc masih disana kan? makanya saya kasih wejangan itu!
ivan Z.
@Zenas: Saia mau menjadikan poto saia langka. Biar kalau dijual mahal. >:D
___
@Ivan: Dah balik. Sekarang saia lagi siap-siap ke Seoul, dari hari Minggu ini sampai akhir bulan. I will definitely have fun, and thank you for wishing me good luck. ^^
You too, HFGL!
Jyaah. Oleh-olehnya cuma foto ama cerita doang. = .=
Btw, soal boneka itu, Luz. Err... Mungkin urusan imigrasinya udah selesai lebih dahulu lewat jalur tak kasatmata. -_____-"
Btw, soal boneka itu, Luz. Err... Mungkin urusan imigrasinya udah selesai lebih dahulu lewat jalur tak kasatmata. -_____-"
Ini komentar paling kereaktif yang saia baca sejauh ini. Benar sekali! Ponten seratus buat dikau!!!
ore wa shittou desu .... <---- (gag peduli formatnya bener ga yang penting niat bilang rasa irinya kecapai- gaaaa~)
pengen pergi ke Aussie juga jadinya ... apa daftar beasiswa aja biar lebih punya alasan buat perginya ya? heheheheh~
aniwai, nice journal! ><
Huehehehe. Saia tahu. *menebar lebih banyak virus iri*
Daftar beasiswa Australia Awards aja kalau minat. Tahun kemaren bukanya bulan Juli-Agustus-September klo ga kliru.
Posting Komentar