Jumat, 23 Januari 2015

REVIEW ~ Menilai Buku dari Sampulnya ~ Beautiful Red World

Jadi! 

Mumpung besok acara Comic Frontier 5, maka sekarang adalah saat yang tepat untuk mengulas soal Beautiful Red World karya Annisa F. Yusuf. Ini adalah salah satu buku indie yang saia dapat di ajang Comic Frontier 4 pada tahun 2014 kemarin. Moga-moga, pembahasan ini akan mendorong anda-anda yang datang ke Comifuro besok untuk rajin membeli karya-karya indie berkualitas. 

Komentar pertama soal buku ini adalah, "Wanjred sampulnya bagus!" Gimana nggak, kalau yang bikin adalah Wina Oktavia, yang bertanggung jawab atas art Traceless Knights dan The Butterfly Ink?
   

Saia ngiler padahal sampul ini sama sekali ga nampilin Shirtless Chris Hemsworth
    
  
Bukan cuma sampai di situ--kertas, jilidan, judul, pemilihan font, semua oke. 
   

Gelap-gelap di belakang itu cuma Gerbang Neraka, kok. No biggie.
     
Dari segi penampilan, ini buku indie paling cling yang pernah saia lihat. Semua aspeknya enak di mata. Tentulah ini sangat menarik bagi saia yang gampang beli buku kalau tampilannya cakep.
  
Tapi begitu saia tanya harga, ternyata buku ini lumayan mahal. Cuma 59 halaman, dan saia harus bayar 45 ribu perak. Harap ingat ini adalah harga tahun lalu. Kalau di Comifuro 5 besok masih ada, maka barangkali harganya sudah berubah sesuai harga BBM, kurs dolar, situasi politik dalam dan luar negeri, serta tentunya, kemurahan hati yang jualan. 
  
Halaman satu bikin saia kaget. Maigawd, buku ini rupanya ditulis dalam bahasa Inggris! Bukan ENGRISH atau bahasa bule celup, atau bahasa Inggris yang dipakai cuma untuk gaya-gayaan di dialog tokohnya. Pengarang memakai decent English untuk seluruh teks, dan itu satu nilai plus lagi.  

Saia bukannya gak nasionalis dan selalu menilai karya berbahasa asing lebih bagus dari karya berbahasa Indonesia. Saia memberlakukan standar yang sama untuk semua pengarang yang menampilkan karya dalam bahasa yang baginya asing. Kalau ada bule yang norak berbahasa Indonesia, maka saia akan mencela dia seperti halnya kalau ada orang Indonesia bergaya bule celup. Nilai plus di sini saia berikan karena bahasa Inggris cerita ini nggak sok bule; the translator actually knows his stuff. 
  
Most of the time anyway.
  
Halaman pertama langsung menyajikan konflik. Cerita dimulai dengan set-up standar fiksi fantasi: perang.

Di sini, perangnya terjadi antara manusia dan kaum dreamghast. Yang terakhir saia sebut itu tampaknya semacam vampir yang gak minum darah tapi lemah sinar matahari. (Sepanjang cerita saia nangkapnya begitu, sih.) 
  
Menjelang akhir diungkapkan kalau para dreamghast punya kekuatan khusus yang gak akan saia sop ilerin di sini. Pengungkapannya nggak pake foreshadowing yang memadai. Jadi yaaa, munculnya kekuatan itu menjadi Solusi ex Kepepet. Atau barangkali ada foreshadowing, tapi saia yang nggak ngeh. Pasalnya? Saia udah bilang kalau bahasa Inggrisnya decent. Tapi itu most of the time. Kadang kala ada bagian yang membingungkan, macam kutipan dari halaman 7 ini:
  
"Grand Oracle Cecil?" I looked ahead, trying to find the owner of the voice. "This way." 
His figure is almost transparent. Not at all like that of a man in charge. His light, curly hair, and thin glasses reflected the weak afternoon sunlight. 
  
Kalau anda baca kutipan itu, menurut anda siapa yang menarasi? Cecil atau orang lain? Kalau anda jawab "orang lain," seperti yang saia lakukan pertama kali baca, maka selamat, anda salah. 
  
"I looked ahead . . ." itu wajarnya ditaroh di paragraf terpisah, seperti ini:   
  
"Grand Oracle Cecil?" 
I looked ahead, trying to find the owner of the voice. 
"This way."
  
Kalau gini, jelas 'kan kalau si narator "aku" itu adalah Cecil. 
  
Nomor dua, kalau anda lihat sampulnya, bisa jadi anda akan menyangka kalau Cecil adalah cewek. Habisnya, nama dia rada uniseks kalau buat naming sense saia. Tapi ternyata . . . saia kecele lagi! Gambar di sampul itu bukan dia. Namun, berkat narasinya yang kadang kabur, saia ngebayangin dia adalah cewek itu selama 1/3 cerita. 
  
Untung ada dialog yang eksplisit menjelaskan kalau dia bukan cewek.
  
Mumpung kita dah ngomongin Cecil si protagonis, mari kita mengulas tokoh. Penulis kayaknya memakai karakterisasi ala anime atau shonen manga, tapi mencoba untuk tidak melebih-lebihkan karakterisasi itu. Jadinya para tokoh tidak kelihatan norak atau lebay. Ini poin plus lagi, mengingat kelebayan sangat potensial terjadi kalau seorang penulis mencoba mengadaptasi karakterisasi ala manga ke media novel. 
  
Alhasil hal mengganggu saia ga banyak. Salah satunya sifat sang deuterogonis, Ace, yang punya Hair Trigger Temper. Eris cuman bilang kalau Cecil itu seram, dan dia langsung marah. 
  
Selain itu, dialog Ace kadang-kadang bikin ngilu. Memang sumber narm bukan dia doang, tapi kayaknya dia yang paling wah kalau udah masuk urusan dialog atau narasi bikin ngilu. Contoh:
  
"You think I am your servant, Milady?" I said sarcastically. (Hal. 24)
  
Mas, kalau dalam situasi ini anda perlu menjelaskan kepada pembaca bahwa anda berkata dengan sarkastis, berarti sarkasme anda gagal. 
  
Sedangkan tritagonis cerita, Eris, hmm . . . cewek berambut putih bermata merah yang punya dendam sama pahlawan penyelamat dunia karena satu alasan. Dan dia juga punya cerita latar tragis. Okeh. One angsty manga protagonist coming right up! Tapi kembali, semua itu disajikan dengan tidak berlebihan.
  
Tokoh-tokoh lain juga ada, tapi fokusnya ya tiga itu. Sepanjang cerita, sudut pandang akan berganti dari Cecil, ke Ace, lalu ke Eris. Itu banyak untuk cerita 59 halaman A5, dan barangkali itu berkontribusi pada prosa yang kadang membingungkan seperti yang sudah saia sebut. 
  
Namun, secara umum plotnya jelas. Perang antara manusia dan dreamghast berakhir dengan kemenangan manusia. Hal ini terjadi karena peran pahlawan penyelamat dunia yang disebut sang Liberator. Karena suatu hal, Eris punya dendam terhadap sang Liberator, dan dia melibatkan Ace dan Cecil dalam usahanya untuk balas dendam.

Di lain sisi, Cecil dan Ace sendiri terikat oleh satu ramalan, yang lagi-lagi nggak akan saia kasi sop ilernya. 

Terlepas dari masalah solusi kepepet yang sudah saia sebut, kendala bahasa yang sekali-dua kali membingungkan, dan dialog atau deskripsi yang kadang rada . . . bikin nyengir, seluruh plot itu tuntas dalam 59 halaman. Selesainya juga nggak digantung malas, dan itu hal positif lain yang layak saia sebut.
  
Untuk dunianya sendiri, saia nggak terlalu kesulitan membayangkan. Karena ada airship, saia otomatis membayangkan latar anime Eropa steampunk ala Last Exile. Apalagi karena nama-nama tokohnya Eropiyah gitu. Nggak sesuai lagi sama sampulnya, memang, tapi itu bikin ceritanya jalan buat saia meski deskripsi dunianya minim.  
  
Jadi, apakah karya ini bagus? Lumayan banget. Harganya agak mahal, tapi kalau anda penulis yang kepingin memasarkan karya secara indie dan perlu mencari contoh penampilan buku yang oke, saia sarankan beli. 

Buku ini juga berguna buat referensi bagi yang mau bikin karakter ala manga atau anime tapi nggak mau jadi norak. Atau jika anda tertarik melihat 3 sudut pandang dan konflik-konflik yang sudah saia sebut beres dalam 59 halaman. Kalau anda cuma mau membaca untuk menikmati, bisa juga. Asal siap-siap nyengir kalau suasana ceritanya mulai dramatis, yak. 
  
   
  
   
  
Luz Balthasaar
Kunjungi Linemancer Works (E3-E4) di Comifuro 5 tanggal 24 Januari 2015!    

8 komentar:

Mizuki-Arjuneko mengatakan...

Supeeeer! Ini reviewnya Mbak Luz yang paling ramah dan nggak bikin jdhieg ><

Fontnya itu apa ya, Mbak? *aku pakai font Book Man Old Style 10. Kira-kira bikin sakit mata gak? *mau coba kirim draft ke penerbit kalau udah fin...

Btw, aku tetap terkezut di bagian soal "You think I'm your servant, Milady?" I said sarcastically.

Karena aku berpikir itu tidak masalah.

Ternyata buat Mbak Luz malah bermasalah... Dan soal karakter ala anime yg dibuat nggak berlebihan...


*hiii aku lagi bikin light novel dgn komedi jayus heboh kaya anime Chuunibyou Demo Koi Ga Shitai, Perfect Girl Evolution, Isshukan no Friendship. Dimana tokoh2nya ga ada yg "normal". Dan banya visualisasi serta humor "mustahil" ala anime-anime.

Ini link ceritanya: http://gwp.co.id/ota-kata-the-way-of-otaku/


Kira-kira ini sejenis cerita yg sanggup membangkitkan murka Batara Cela ga ya? *auuuu T___T

Luz Balthasaar mengatakan...

Lah bukunya pendek gini. Apanya yang mau saia cela sampe jdhieg, coba?

Soal font, coba konsultasi sama orang yang memang biasa ngatur tata letak buku. Saia bukan profesional penerbitan, jadi ga bisa kasih pendapat dari jenis font. Saia tau enak ga enaknya begitu saia udah megang buku itu.

Lagipula ada beberapa faktor yang terlibat dalam menentukan enak-nggaknya buku dibaca. Font salah satunya. Jumlah kata per baris juga termasuk. Kalau udah teknis gitu mending tanya yang ahli.

Mengenai kalimat bermasalah, gini. Dari tata bahasa memang no problemo. Masalahnya, kalau sarkasme itu harus dijelaskan oleh yang menyampaikan, maka itu mematikan esensinya.

Di sini penulis menaruh, "i said sarcastically," untuk menjelaskan kalau tokohnya mengatakan sarkasme. Padahal sarkasme harusnya nggak memerlukan itu.

Kalau saia jadi yang nulis saia akan pake, "Do I look like your servant?" Ini ngenyenya dapet, lebih singkat, dan nggak perlu penjelasan kalau ini sarkasme.

Baeklah saia akan baca cerita anda dulu sekilas. Nggak janji kasi repiu yak. Soalnya saia lagi baca cerita lain juga, huhuhu.

Mizuki-Arjuneko mengatakan...

Tapi sekilas kalau membaca reviewnya, idenya lumayan big. Tapi saktinya bisa selesai dalam 59 halaman? Wuoh

I see... semacam menghindari menjelaskan yang sudah jelas ya, Mbak?

Hiee? Jangan direview dulu, Mbak >< *langsung kelojotan XD

Itu masih kasar naskahnya. Kalau Mbak senggang baca Bab 1-2-nya aja. Lalu mungkin komentar sekilas di sini, apakah itu naskah yg norak atau tidak (hiiiks)

*saya akan terus menggentayangi blog Anda mwahahahah XD

Luz Balthasaar mengatakan...

Memang sih, kalau yang di kasus sini menghindari penjelasan yang (seharusnya) nggak perlu dijelaskan. (bukan "apa yang sudah jelas," ya.)

Tapi kadang masalahnya lebih kompleks daripada itu, dan nulis itu lihat situasi. Kalau pedomannya cuma "menghindari apa yang sudah jelas," ya tulisannya ga akan luwes-luwes sampai kapanpun.

Komentarnya di mana nih baidewei :3

Mizuki-Arjuneko mengatakan...

Ahahaa, iya, ada juga penulis yang suka bermain dengan diksi dan narasi. Tapi main diksi dan narasi kan beda ama bertele-tele Mbak? >,<

Di blog ini juga nggak papa :3 Soalnya kalau komentar di sana kudu bikin akun dulu. Prosesnya cepet sih.

Atau Mbak Luz mau bikin akun di sana? :3 Sekalian posting cerita. Siapa tahu editor GPU ternyata tarik ntar mwehehehe

Webnya kaya wattpad kok :3

Luz Balthasaar mengatakan...

Kalau main diksi dan narasinya ga jago ya jadinya literary vanity. Alias genit berbahasa. Sama aja jeleknya dengan bertele-tele mah ini.

Kalau via email mau? Kirim aja ke luzbalthasaar-at-gmail-com.

Mizuki-Arjuneko mengatakan...

Iyaaa? Bolehkah via e-mail? Huki ntar daku e-mail. Semoga tidak merepotkan >w< *walaupun memang niatnya merepotkan *PLUAK! XD

Makasih Mbak *sungkem...

Moga novelnya cepat terbit :D

Sayang ya Story Teenlit Magazine dah tutup >w< Dimana lagi bisa ngirim cerpen fantasi selain di sana? Mbak kan udah langganan kemuat di sana gitu hauhauhauhau

Anonim mengatakan...

Ternyata saya ga salah pilih buat review. Emang bagus ternyata bukunya ^___^

Kalo mau beli bukunya, ada di toko ga mba?

Trus, bukunya kan indie ya mba? Pake jasa terbitin buku atau cetak semuanya sendiri?

Adrian