Terkait dengan posting sebelumnya, bagaimana kita mencari ide? Nggak susah-susah amat kok. Salah satu diantara proses 'dapat ide' ini bahkan begitu seringnya terjadi pada para penulis 1/2 mateng macam aku. Bayangkan keadaan berikut: anda baru saja selesai membaca sebuah buku atau menonton film atau main game yang kereeeeeeeen abizz. Dan saking kerennya, anda langsung bernapsu untuk menulis cerita yang sedikit banyak terpengaruh oleh media yang baru saja anda lihat.
Merasa pernah mengalami ini? Tentu saja. Aku juga pernah. Sering lagi. Let's face it, pada satu titik, para penulis 1/2 mateng sebetulnya sama kotor dengan maling ayam.
Namun, di antara sesama maling ayam pun, ada yang pintar dan ada yang ogeb. Maling ayam yang pintar adalah mereka yang mengolah kembali ide yang mereka copet dengan gagasan-gagasan lain sedemikian rupa hingga ketika olahan itu selesai, mereka menghasilkan sesuatu yang cukup berbeda dengan ide aslinya untuk tampil sebagai suatu gagasan terpisah. Dengan kata lain, sebelum ayam jarahan itu dijual, mereka mengolahnya dulu jadi chicken cordon bleu.
Di lain pihak, para plagiator adalah para maling ayam ogeb yang begitu abis nyolong langsung majang ayamnya di pasar. Wajarlah kalau dia digebukin massa sekampung.
Pertanyaan berikutnya, tentu, bagaimana seorang penulis 1/2 mateng bisa menjadi praktisi cordon bleu laundering yang handal? Bagaimana supaya kita nggak kelihatan memplagiat, tapi sekedar 'terinspirasi'? Mulailah belajar memasak ide. Dan untuk memasak kita perlu alat dan bahan dan resep. Maka, tidak cukup sekedar menjadi maling ayam, kita juga harus jadi maling keju, tepung, minyak goreng, mentega, daging cincang, dan berbagai bahan lain baik sembako maupun bukan.
Kesimpulannya, sekali anda memutuskan untuk menjadi maling ayam pintar, bersiaplah untuk mencuri lebih banyak hal lain untuk mengolah ayam-ayam curian anda.
Ijinkan saya menerjemahkan perumpamaan di atas. Seorang yang ingin menulis dengan topik 'curian' hendaknya rajin mengisi otak dengan berbagai macam ide. Bacalah biografi baik orang terkenal maupun tidak, majalah, sinopsis film, buku dongeng anak-anak, brosur perjalanan, city guide, mitologi, buku-buku filsafat, majalah fesyen, tabloid, dan Wikipedia. Dengar segala musik dari Beethoven sampai Rhoma Irama. Tontonlah aneka jenis film mulai dari Avatar-nya James Cameron sampai warkop DKI. Ciduklah ide, nikmatilah, dan biarkan otak anda menyimpannya. Jika suatu saat anda jalan-jalan menemukan ayam layak sambar, maka sambarlah, bawalah pulang, cabuti bulunya dan kuliti. (Ayam tanpa kulit lebih sehat!) Selama anda merenungi ide utama itu (ayam), ide-ide lain yang sudah anda sambar dari kiri-kanan itu akan bermunculan di kepala seperti bumbu dapur di rak-rak. Anda tinggal mengambilnya, memilihnya, dan memadupadankannya untuk membuat chicken cordon bleu.
Tapi kemudian anda akan mendengar seseorang berkata, "Eh, eh, bentar, tunggu dulu! Saya nggak punya resep chicken cordon bleu!"
Oh sh*it.
Tapi ini kekhawatiran yang wajar sekali. Kita punya satu ton ide, tetapi tidak tahu bagaimana menyusunnya menjadi cerita. Udah capek-capek maling ayam dan bahan, resep gag ada. Bagaimana mengakalinya supaya cerita kita nggak kelihatan kayak tambal sulam aneka ide yang ga jelas rasanya?
Cara 1, beli buku masak, a.k.a, gunakan formula cerita generik yang umum dipakai dan terbukti berhasil. Barangkali sebuah cerita tipikal pertumbuhan seorang tokoh muda yang terpilih oleh takdir from zero to hero. Atau tuan putri yang bertualang dan akhirnya menemukan cinta. Klise, tetapi namanya juga resep ngikutin buku, ya pastilah resep itu sudah pernah dipakai sebelumnya. Dicap klise adalah resiko yang harus kita tanggung. Namun, untuk menghindari cap klise, anda bisa menggunakan bahan yang tidak umum digunakan di dalam resep itu. Barangkali chicken cordon bleu dengan bumbu sambal balacan? Cerita from zero to hero yang 'dibalik', from hero to zero, dimana di awal cerita si hero mencapai puncak kehidupannya tapi justru jatuh karena keserakahan? Atau putri yang bertualang, bukan untuk menemukan cinta tapi untuk menyelamatkan rakyat negaranya, dan penuh intrik politik yang diceritakan dengan gaya teenlit? Atau mungkin anda memakai tokoh standar dengan setting yang jarang digarap, misalnya dunia fantasi dimana berfantasi justru dilarang?
Cara 2, tentunya, bikin resep anda sendiri. Anda harus meramu konsep dari dasar banget, dan menciptakan plot dari dasar. Anda bisa mencoba untuk membuat resep cerita yang tidak formulaik, dengan tokoh-tokoh yang orisinal dari hasil olah benak anda sendiri. Dengan kata lain, anda mungkin sedang mencoba membuat resep baru yang bukan chicken cordon bleu, bukan ayam bakar Wong Solo, bukan ayam pop. Barangkali sesuatu semacam mousse ayam kampung bumbu bbq? Bisa jadi. Tapi tentunya, membuat resep sendiri ini susah jika anda belum cukup memiliki bakat atau pengalaman memasak.
Kesimpulannya, sekali anda memutuskan untuk menjadi maling ayam pintar, bersiaplah untuk mencuri lebih banyak hal lain untuk mengolah ayam-ayam curian anda.
Ijinkan saya menerjemahkan perumpamaan di atas. Seorang yang ingin menulis dengan topik 'curian' hendaknya rajin mengisi otak dengan berbagai macam ide. Bacalah biografi baik orang terkenal maupun tidak, majalah, sinopsis film, buku dongeng anak-anak, brosur perjalanan, city guide, mitologi, buku-buku filsafat, majalah fesyen, tabloid, dan Wikipedia. Dengar segala musik dari Beethoven sampai Rhoma Irama. Tontonlah aneka jenis film mulai dari Avatar-nya James Cameron sampai warkop DKI. Ciduklah ide, nikmatilah, dan biarkan otak anda menyimpannya. Jika suatu saat anda jalan-jalan menemukan ayam layak sambar, maka sambarlah, bawalah pulang, cabuti bulunya dan kuliti. (Ayam tanpa kulit lebih sehat!) Selama anda merenungi ide utama itu (ayam), ide-ide lain yang sudah anda sambar dari kiri-kanan itu akan bermunculan di kepala seperti bumbu dapur di rak-rak. Anda tinggal mengambilnya, memilihnya, dan memadupadankannya untuk membuat chicken cordon bleu.
Tapi kemudian anda akan mendengar seseorang berkata, "Eh, eh, bentar, tunggu dulu! Saya nggak punya resep chicken cordon bleu!"
Oh sh*it.
Tapi ini kekhawatiran yang wajar sekali. Kita punya satu ton ide, tetapi tidak tahu bagaimana menyusunnya menjadi cerita. Udah capek-capek maling ayam dan bahan, resep gag ada. Bagaimana mengakalinya supaya cerita kita nggak kelihatan kayak tambal sulam aneka ide yang ga jelas rasanya?
Cara 1, beli buku masak, a.k.a, gunakan formula cerita generik yang umum dipakai dan terbukti berhasil. Barangkali sebuah cerita tipikal pertumbuhan seorang tokoh muda yang terpilih oleh takdir from zero to hero. Atau tuan putri yang bertualang dan akhirnya menemukan cinta. Klise, tetapi namanya juga resep ngikutin buku, ya pastilah resep itu sudah pernah dipakai sebelumnya. Dicap klise adalah resiko yang harus kita tanggung. Namun, untuk menghindari cap klise, anda bisa menggunakan bahan yang tidak umum digunakan di dalam resep itu. Barangkali chicken cordon bleu dengan bumbu sambal balacan? Cerita from zero to hero yang 'dibalik', from hero to zero, dimana di awal cerita si hero mencapai puncak kehidupannya tapi justru jatuh karena keserakahan? Atau putri yang bertualang, bukan untuk menemukan cinta tapi untuk menyelamatkan rakyat negaranya, dan penuh intrik politik yang diceritakan dengan gaya teenlit? Atau mungkin anda memakai tokoh standar dengan setting yang jarang digarap, misalnya dunia fantasi dimana berfantasi justru dilarang?
Cara 2, tentunya, bikin resep anda sendiri. Anda harus meramu konsep dari dasar banget, dan menciptakan plot dari dasar. Anda bisa mencoba untuk membuat resep cerita yang tidak formulaik, dengan tokoh-tokoh yang orisinal dari hasil olah benak anda sendiri. Dengan kata lain, anda mungkin sedang mencoba membuat resep baru yang bukan chicken cordon bleu, bukan ayam bakar Wong Solo, bukan ayam pop. Barangkali sesuatu semacam mousse ayam kampung bumbu bbq? Bisa jadi. Tapi tentunya, membuat resep sendiri ini susah jika anda belum cukup memiliki bakat atau pengalaman memasak.
Dan tiba-tiba, orang yang tadi nyeletuk ketawa-ketiwi lagi. "Uhm... tapi saya... saya kayaknya nggak bisa masak deh, hehehe... nggak bakat, hahaha... saya memang bego, hehehe..."
Ambil kapak, saudara-saudari, and hack that person into a million little pieces.
Kesimpulan minggu ini, jika Surga tidak kunjung menurunkan hujan ayam untuk kita, nggak ada salahnya menjadi maling ayam. Dan ingatlah bahwa sebelum menjual ayam yang bersangkutan, kita perlu mengolahnya, barangkali dengan bahan-bahan hasil malingan. Jika kita perlu resep cerita, kita bisa meniru apa yang sudah tertulis di buku-buku masak, atau membuat resep sendiri. Tentunya, berikan sesuatu yang menjadi pembeda, jika anda tidak mau dicap klise. Tapi kalau anda tahan menyandang predikat itu, ya monggohlah, selama anda yakin (dan keyakinan anda benar,) bahwa masakan anda, meskipun memakai bahan-bahan biasa, sedikitnya tetap terasa enak.
Minggu depan barangkali aku akan menunjukkan contoh karyaku, dan perbandingan antara ide yang sudah diolah maupun belum. Sampai waktu itu aku ingin kembali ke dapur, memungut potongan-potongan tubuh orang rese yang tadi kita kapak bersama-sama, dan mengajak anda semua untuk membayangkan bahwa itu adalah daging ayam malingan yang akan kita masak dan jual...
Minggu depan barangkali aku akan menunjukkan contoh karyaku, dan perbandingan antara ide yang sudah diolah maupun belum. Sampai waktu itu aku ingin kembali ke dapur, memungut potongan-potongan tubuh orang rese yang tadi kita kapak bersama-sama, dan mengajak anda semua untuk membayangkan bahwa itu adalah daging ayam malingan yang akan kita masak dan jual...
Luz Balthasaar
10 komentar:
Beuh the 1'st neh.
Bener tuh mba, emang klo hrs nyari ide original tuh susah bngt nyarinya mba. Jd kbnykan tema skrng tu sperti tema yg dmodifikasi n tetap menarik, wlau bnyk jg yg copy paste n biasa2 aj, like teen**t of course.
Klo d sisi ini seh, penulis dihruskan & dituntut sekreatif mungkin, biar critanya kgak basi d tngah jalan n endingny yg gmpang bngt d tebak.
Hehehe...
Salam
abc
Viva maling ayam!
Salam. Heinz.
@heinz, afandi...
Yep, karena ide ori susah, banyak orang yang cenderung jadi maling ayam. Sayang kadang mereka malingnya gag jago juga, jadinya plagiat.
Jadi, jangan dikira menjadi maling ide itu jalan pintas. Mengolah ide curian sampai jadi fresh barangkali sama susahnya dengan mencari ide ori.
Memang sih, klise itu ga papa selama ada sesuatu yang fresh.
Masalahnya, kalau ada yang balik nanya, "anda tau gag caranya gimana bikin ide klise anda fresh?" biasanya maling ayam yang bego nggak bisa ngejawab pertanyaan ini.
Hmm... jadi inget quote satu ini.
"To steal from one source is plagiarism.
To steal from many sources is research."
@danny
Aku lumayan setuju.
Tapi kalau kita bicara cerita, bahan-bahan curian ("riset") itu harus dimasak dengan benar. kalau cuma ditambalsulam, ya hasilnya jelek juga.
Kayaknya gw tahu kasus yg cuma ditambalsulam itu ... Baru kemarin gw permasalahkan.
Hehe.
@Juun... tambal sulam yang di forum Pulpen? Ya... barangkali. Itu satu masalah juga yang belum ke-cover terlalu dalam di entry ini. "Bagaimana meramu cerita saya supaya nggak terasa seperti tambalsulam."
Minimal kalau mau tambalsulam, paling nggak jadinya kayak quilt batik atau ragdoll yang cantik, bukan kain yang dijait ngasal kiri-kanan.
Nanti aku akan bikin entry lain tentang "Memasak" ide ini. Thanks!
Sepertinya gw juga harus memulai posting analisis2 non-codingan di blog gw. Hah, hah, sama halnya seperti kamu menginspirasi gw utk pasang foto profil yg bukan foto asli, kamu berhasil menginspirasi gw utk mengungkapkan analisis amatir soal berbagai hal. :D :D
Thx for that.
Hehe.
@Juun... non codingan? Maksudnya? Review buku? resep? Salad kakapnya asik tuh. Mungkin aku akan coba. XD
Biasanya kerjaan gw sehari2 ngoding aka bkn program. :P :P Jadilah bukannya nulis sesuatu yg bersifat sastra, gw nulis sesuatu yg programming. :P
Isi blog gw kan kurang bergizi kalo isinya sekarang. :P
Hehe.
Posting Komentar