Kamis, 14 Juni 2012

The Halal Pork Bagian I ~ Bahasa Bikinan di dalam Fiksi Fantasi


Saia mau membuka entry baru ini dengan kabar gembira. 
  
Buat saia doang gembiranya, tapi.
  
Setelah lama menunggu, akhirnya saia diijinkan untuk kuliah di S2 Hubungan Internasional UI. Yea~! Setelah kerja keras yang menyebabkan saia sakit dan mules~! Satu impian penting tercapai tahun ini! 
  
Saia berharap impian saia yang lainnya ikut tercapai segera.
  
Kabar gembira selesai, saia ingin menulis tentang pemakaian conlang dalam fiksi fantasi. Sebagian karena dari dulu pengen bikin catatan soal conlang. Sebagian lagi karena memenuhi permintaan seorang Panda
  
Jadi? Marilah kita mulai belajar menciptakan babi!
  
 
~ Bab I ~
~ Mengenali Jenis-jenis Babi ~ 
  

Yang mau memulai proses sedot ilmu ini dengan lebih baik, silakan telaah informasi dari Tante Wiki.
  
Yang lebih suka leha-leha, silakan ikuti petunjuk sesat dari saia.
  
"Conlang" adalah kependekan dari constructed language. Terjemahan sebebas-bebasnya adalah, "bahasa bikinan," yang sepanjang pembahasan ini akan saia pendekkan jadi "babi." 

Jangan khawatir, babi yang ini sudah saia pastikan dapat sertifikasi halal dari MUI.
  
Sesuai namanya, babi adalah bahasa yang dibikin(-bikin). Babi bukanlah bahasa yang berasal dari dan dipakai oleh suku-suku dan/atau bangsa tertentu di dunia nyata, tetapi sengaja diciptakan oleh satu atau sekelompok orang. 
  
Analogi yang paling gampang adalah mutiara alami dan mutiara hasil ternakan. Kedua-duanya mutiara, tetapi cara terciptanya berbeda.
  
Babi biasanya digunakan secara terbatas. Entah hanya di kalangan para pencipta bahasa itu dan orang-orang yang tertarik padanya, atau di dalam karya-karya fiksi. 
    
Nah. Setelah itu jelas, mari kita bahas jenis-jenis babi. Pertama, ada babi yang memang diciptakan dengan tujuan awal untuk dipakai di dunia nyata. Biasanya, untuk menjembatani komunikasi antara pengguna bahasa ibu yang berbeda. Babi jenis ini misalnya Esperanto, Ido, dan Interlingua.
   
Sayangnya, seperti yang sudah saia singgung, penggunaan babi-babi ini terbatas. Kalah sama Bahasa Inggris yang dianggap sebagai bahasa universal.

Contoh lain, babi yang diciptakan untuk digunakan di dalam karya fiksi. Pada kategori ini Kita mengenal bahasa Quenya dan Sindarin di dalam Lord of the Rings karya J. R. R. Tolkien. Atau Newspeak di dalam 1984-nya George Orwell. 

Kalau lewat media audio visual, kita mengenal bahasa Hymnos dari Ar Tonelico, Klingon dan Vulcan dari Star Trek, bahasa Na'vi dari Avatar, dan bahasa Dothraki dari Game of Thrones.

Masih ada juga babi personal, yaitu babi yang dipakai oleh satu-dua orang tertentu, biasanya di dalam karya-karya mereka. 

Yang termasuk di dalam babi jenis ini adalah bahasa Enochian, yang dipakai oleh ahli okultisme John Dee, dan Kajiurago yang ada di dalam lagu-lagu Yuki Kajiura
 
Lebih banyak contoh babi, bisa dilihat pada link di bawah ini...
 
 
  
***
 

~ Bab II ~
~ Menciptakan Babi ~


Bagi seorang pengarang, menciptakan babi adalah suatu proses yang bisa jadi asik. Tapi bisa juga ribet dan memalaskan. Bagi yang suka, ada banyak tutorial menciptakan babi di internet. Tiap tutorial mengajukan cara yang berbeda. 
  
Tapi secara garis besar, ada DUA cara.
   
Cara pertama (yang lebih gampang dan lebih cocok bagi para pemalas,) adalah dengan menyandikan. Dengan metode ini, penulis menyandikan kalimat-kalimat di dalam suatu bahasa 'normal' dengan cara sedemikian rupa, sambil harap-harap cemas agar kalimat hasil penyandian itu kelihatan kayak bahasa asing nan eksotis. 
  
Contoh babi macam ini adalah bahasa mantra kuno di dalam Dunsa karya Vinca Callista, dan Bahasa Kedhalu di dalam Nibiru dan Kesatria Atlantis karya Tasaro.

Bahasa mantra kuno kuno Dunsa merupakan contoh babi yang sederhana. Kuncinya, penulis hanya perlu mengubah spasi, lalu membalik kalimat. Misalnya begini...
 
 
Bergerak dan berpindahlah
 

Ganti spasinya,
 
 
Berger ak danb erpin dah lah
 
 
Lalu balik kalimatnya,
 

Lah had nipre bnad ka regreb
 
 
Gampang, kan?
 
Untuk contoh yang sedikit lebih rumit, saia akan menyebut bahasa Kedhalu di dalam Nibiru dan Ksatria Atlantis karya Tasaro. Babi Kedhalu ini dimasak dengan cara menulis kata-kata dalam bahasa Indonesia menggunakan aturan menulis aksara Jawa, lalu melakukan transposisi sesuai kunci berikut ini:
 

 

Jadi, huruf H diganti dengan Ny, N dengan Y, dan seterusnya. Kalau suatu kata dimulai dengan huruf vokal, maka kata itu dianggap diawali dengan konsonan H.
  
Sebagai contoh  kata "Atlantis". Pertama, tulis kata ini menggunakan aturan pengejaan aksara Jawa sehingga kita mendapatkan...
  
  
Hatelantis
    
   
Berikutnya, sandikan sesuai tabel di atas. Kita akan mendapatkan...
   
   
Nyatemaytibh    
  
   
Dengan cara yang sama, "sekolah" akan menjadi menjadi "bhepomany," dan "pesuruh" menjadi "kebhudhuny." Untuk yang lain, sila dicoba-coba sendiri. 
  
Contoh terakhir, saia ingin mengambil yang agak rumit, yaitu bahasa Melnics

Babi ini digunakan di dalam game Tales of Eternia. Melnics memiliki huruf, ejaan dan tata cara menulis sendiri (yang disebut NALVOKS), yang bisa dilihat di sini... 




Susah? Barangkali. Terlebih jika anda tidak memiliki sedikit pengetahuan berbahasa Jepang. Tapi saia akan berusaha untuk menjelaskan babi satu ini dengan memberi contoh, sebagai berikut. 

Kita mulai dari sandi dulu. Pertama, kita cukup menulis kalimat yang kita inginkan dalam bahasa Inggris. Sebagai contoh,
 
 
I am 
 
 
Berikutnya, kita lihat tabel aksara Melnics, sebagai berikut.
 
   
     
     
Yang berarti, jika ditulis dengan aksara Melnics, "I am" akan kelihatan sebagai...


   

Berikutnya, kunci utama Melnics terletak pada cara membunyikan aksara yang berbeda dari cara membunyikan aksara dalam alfabet. Cara membunyikan aksara dalam bahasa Melnics adalah sebagai berikut...
    
    
  
  
Yup, kunci transkripsi Melnics di atas menggunakan bahasa Jepang. Bagi yang kurang menguasai bahasa Jepang, simbol-simbol di dalam tabel diatas diabaikan saja. Itu bukan aksara Melnics, tapi katakana jepang. Lihat aja huruf latin di bawah aksara dimaksud, yang menjelaskan bagaimana membunyikan katakana Jepang di atasnya.

Jadi, menurut tabel di atas, A dibunyikan sebagai E, B sebagai Bu, dan seterusnya. 
   
Maka sekalipun frasa contoh di atas tetap ditulis sebagai "I am," cara membunyikannya bukan "I am," tapi ... 


U etsu

 
Berikutnya, katakanlah kita ingin menyebut sebuah nama setelah "I am." karena bahasa Melnics pada dasarnya memanfaatkan pertukaran bunyi, ada aturan tersendiri untuk membunyikan nama diri. 

Maksudnya, nama kita harus ditulis dengan cara tertentu biar bunyinya bener--karena bunyi nama kan gak mungkin diganti-ganti? Sebagai ilustrasi, ini yang terjadi kalau saia langsung menulis nama tetangga saia dalam huruf Melnics...
  
  
Mister Toing  


Jika kita menulis namanya begitu saja dengan aksara Melnics, wujudnya seperti ini...
 

 
 
Tapi bunyinya akan berubah menjadi...
 
 
Tsuusutindi Tiiumugu
   
 
Kacau kan?
 
Di sinilah gunanya kunci pada tabel terakhir--yang disebut tabel NALVOKS itu--dan pengetahuan dasar aksara katakana Jepang.


  
    
Bingung? Jangan. Mari kita teruskan. 

Pilih satu nama yang mau anda sebut--dan nama apa yang paling baik selain nama yang tidak boleh disebut: Lord Voldemort

Langkah pertama adalah menulis nama Voldie menggunakan katakana Jepang, seperti ini...
   
   
Lord Voldemort

Rorudo Borudemoruto
  
   
Kemudian pisahkan suku katanya...

      
Ro Ru Do Bo Ru De Mo Ru To
   
   
Kemudian ganti bunyi semua suku kata itu menggunakan tabel Nalvoks, sehingga kita mendapat...
   
   
Lu L Du Bu L Da Nu L Mu
   
   
Buat yang kurang mengerti bahasa Jepang, cukup lihat tulisan latin yang di bawah, yang pake dengan warna hitam. (contoh: Cari "Ro" di deretan huruf hitam, lalu lihat huruf merah atau biru di atasnya. Ketemulah "Lu." Jangan pedulikan simbol di kotak; itu adalah aksara katakana, yang bunyinya dijelaskan oleh transkripsi huruf latin di bawahnya.)
  
Lalu satukan lagi, sehingga kita mendapat cara menulis nama Voldie sehingga bunyinya tidak berubah kalau ditulis dengan huruf Melnics.
    
   
Luldu Buldanulmu
   
   
Dengan kata lain, jika kita menulis "Luldu Buldanulmu," maka sesuai ketentuan pertukaran bunyi dalam sandi Melnics, cara membunyikannya adalah "Rorudo Borudemoruto," alias "Lord Voldemort."
   
Terakhir, gabungkan semua bagian yang sudah kita sandikan, sebagai berikut:
   
Kalimat/ejaan asal: I am Lord Voldemort
   
Penulisan menggunakan font Melnics: I am Luldu Buldanulmu, atau...
  
  
  
     
Sedangkan pengucapan dalam bahasa Melnicsnya adalah U etsu Rorudo Borudemoruto (U etsu Lord Voldemort) 
  
Gampang, kan? 
    
    
***
      
   
~ Bab III ~
~ Kelebihan dan Kekurangan~
   
  
Kelebihan menggunakan babi yang dibuat dengan sandi adalah kemudahannya. Batasnya cuma kreativitas si penulis dalam menciptakan sandi. 
  
Masalah konsistensi menyangkut akar kata/kata dasar juga relatif mudah teratasi, karena aturan pembentukan kata suatu babi sandi akan mengikuti aturan pembentukan kata dari bahasa apapun yang menjadi dasarnya.   
    
"Run" dan "runner" misalnya, dalam pengucapan Melnics akan menjadi "diomu" dan "diomumundi," yang terasa bunyinya nyambung. Bukannya "gugun" dan "toengtoeng" yang gajebo dimana nyantolnya. 
    
Kekurangannya? Kalau penyandiannya terlalu sederhana atau nggak cukup teliti, babi sandi ini nggak akan kelihatan seperti bahasa alami. 
    
Coba lihat contoh pertama, "Lah had nipre bnad ka regreb." Ini kelihatan jelas merupakan hasil sandi, karena dibaca/disuarakannya nggak enak. Sama halnya dengan "Nyatemaytibh," atau "Kebhudhuny." Bukan saia menjelek-jelekkan conlang buatan pengarang Indonesia. Kenyataannya, contoh-contoh itu memang agak ribet dibaca dan kurang asik diucapkan, meski penyandiannya nggak bisa dibilang gak kreatif. 
    
Tapi kecenderungan saia pribadi, apabila suatu babi gak asik dibaca, saia akan skip. Kalau banyak pembaca sepikiran dengan saia, ya sia-sialah kerja keras si penulis membuat babi. 
  
Kesimpulannya, untuk membuat babi dengan metode sandi, usahakan sedapatnya agar bahasa hasil penyandian itu mudah dibaca dan enak diucapkan.
    
Satu-dua minggu lagi saia akan melanjutkan dengan membahas metode menciptakan babi halal nomor dua: dengan membuat tata bahasa dan perbendaharaan kata sendiri.
    
Sampai saat itu, Semper Excelsior.
    
 
 
Luz Balthasaar.


18 komentar:

Juno Kaha mengatakan...

*Panda yang disebut2 sungkem dulu pada Kapten Spork*

Gw kira Melnics itu bahasa ngasal gak pake penyandian begituuuuu, groa~! [O_o] Panda sangat terkejut mendapatinya bukan bahasa ngasal.

Hehe.

AbyssCrawler mengatakan...

btw, gw selalu mikir bahwa variasi bahasa itu terutama terjadi karena adanya kecenderungan dialek. dan cara orang berlogat itu berhubungan dengan karakteristik bangsanya juga (tapi ini intuisi pribadi sih).

jadi maksudku, kalau misalnya seorang penulis bikin peradaban modern seperti ... misalnya Eshtar di FF8, tapi bahasa mereka tau2 jadi ky bahasa Orc : "grak bugrak grapak-grapak"

gw malah jadi ilfil sama world buildingnya.

Luz Balthasaar mengatakan...

@Panda: Tadinya saia juga kira Melnics tu asal. Tapi saia nyelidiki, dan nemulah link itu...
__

@Bing: Memang! Bahasa dipengaruhi kondisi hidup. Kalau suatu bangsa adalah tipe bangsa canggih, rasanya sulit membayangkan mereka menggunakan bahasa yang guttural, kayak bahasa orc.

Tapi kalau suatu bangsa canggih punya tribal mindset, kayak Protoss di StarCraft, mungkin bisa ada aspek bahasa mereka yang agak 'kasar'. Misalnya, suku-suku kata yang menghentak.

Nice thought. Bakal saia tambahin di entry berikut. Mungkin dengan contoh bahasa Protoss, kalau saia nemu. Thanks sumbangan pikirannya!

sasumido mengatakan...

saya world building aja enggak jadi-jadi ...

kapan pula ngerjain conlang?

fungsi bahasa kan untuk menyalurkan komunikasi berbagai pihak, hmm, jadi, mau tanya, apakah semakin diverse bahasa dalam dunia fikfan maka akan semakin bagus atau semakin buruk? <<dari sudut pandang penghuni dunianya? dari sudut pandang pembaca?

Luz Balthasaar mengatakan...

Kalau pendapat Semit ini boleh diparafrase, "Benernya babi perlu gak seeh?"

Pertanyaan ini pasti dapat dukungan dari mereka yang mereka yang malas bikin babi.

Kalau kebanyakan babi, apalagi kalimatnya panjang-panjang, plus babi itu mungkin bukan jenis yang enak dibaca atau disuarakan, pastilah jelek. Jangankan banyak; satu aja udah bikin eneg.

Jadi kembali lagi, kalau mau bikin babi, bikin yang enak.

Itu dari sudut pandang pembaca. Kalau dari sudut pandang penghuni dunianya, saia kira mereka gak akan mempermasalahkan. Di dunia kita aja ada ribuan bahasa, dan gak ada yang memprotes keadaan itu. Paling ada yang berusaha bikin bahasa persatuan, atau ada bahasa yang didaulat jadi bahasa persatuan.

Balik ke pertanyaan awal, babi itu perlu pa nggak? Jawabannya, tergantung naskah. Secara umum, babi itu nggak wajib ada. Fantasi bisa jalan tanpa babi, tapi babi yang dibikin dengan baik bisa membuat cerita lebih hidup.

mailindra mengatakan...

Sungguh BaBi yang berguna.
Mencerahkan Luz dan salut juga dengan risetmu. Aku malah baru tahu conlang ada wikinya.

Luz Balthasaar mengatakan...

Ah, tengkayu Bung M. Kebanyakan ngambil Wiki kok. Kalau Conlang wikia itu saia kebetulan nemu 2 tahun lalu pas nyari2 resource bahasa Hymnos. Semoga membantu~

AbyssCrawler mengatakan...

sip. kabar2i kalau udah dipost.
oh ya, gw harap kelak lu nulis jg tentang seberapa penting seorang penulis mempelajari etimologi. gw selalu penasaran dengan faktor itu karena kayaknya penting ga penting.

Anggra mengatakan...

*ngunyah babi rasa baru*

Aku juga baru tahu Melnics itu pake sandi. o__o

Soal conlang, dulu pernah coba-coba bikin bahasa conlang sendiri. Kena pengaruh bocah sombong Carvahal. :|
Tapi kek kata Spork, conlang yang terlalu ribet bikin pembaca males baca. Jadilah ndak kulanjutin.

Imo, conlang baiknya dipake seperlunya aja. Misal, untuk nama jurus, tempat, dsb. :P

*menanti babi babak dua*

Luz Balthasaar mengatakan...

Yup!

Babi 2 sedang dikerjakan. Tadi bongkar2 untuk nyari The Riddle of the Wren, buku lama karangan Charles de Lint. Babinya sederhana tapi cantik. Mau saia pake buat contoh...

Dewi Putri Kirana mengatakan...

Eh, tumben postingan yang ini susah @_@

*mencermati BaBi Melnics*

Ka - kayaknya aku ngerti.

Mungkin....

OOT dikit, kenapa Lord Voldemort itu dibaca jadi Rorudo Borudemoruto dalam bahasa Jepang?

#aseligangertibahasajepang

Anonim mengatakan...

Muwoo, akhirnya update yah
Kapan hari mw komen di sini tapi inet ngadat

(ngetik ulang komen)

Saia baru tau kalo bahasa sandi jadinya bisa keren nian ehe
Selama ini taunya cuma bahasa sandi kaya yg di nibiru itu soalnya (kuper) XD

Kalo soal bunyi2 yg konon katanya kasar...
Humm saia ga terlalu setuju si

Kasar ato enggak itu, bukannya cuma persepsi kita sebagai pendengar aja ya?

Misalnya kalo orang Sunda dengerin orang Jawa ngomong (apalagi Suroboyoan) seringnya bilang 'kasar'

Sama kaya lagu
Kalo orang yang biasa denger lagu klasik, terus tau2 dengerin rock bilangnya juga 'kasar'

Tapi saia bener penasaran sama sesuatu yg dibilang bunyi2 guttural itu, soalnya saia nangkapnya bunyi2 yg keliatan nyentak ato mirip2 g ato k ato z, ato sejenisnya

Jadi saia nyari di wiki dan nemunya, berkaitan dengan tenggorokan yah
Terus kalo di bahasa Inggris jarang ada guttural, jadi persepsi orang sana terhadap bunyi guttural = 'kasar'
Sementara di Afrika ada bahasa yang banyak pake bunyi guttural (saia ga yakin apa mereka masih nganggep itu kasar ato enggak)

Apa mungkin gara2 bahasa orc ala Tolkien konon diambil dari bunyi2 bahasa Afrika yg menurut telinganya kasar, terus menyebar ke cerita2 fantasi zaman sekarang (yg banyak kepengaruh dari budaya sana juga)?

Tapi kalo bilang bahasa guttural = bangsanya pasti kurang beradab / tribal, kayaknya kok enggak cocok ya (IMO)

Belom lagi ras2 alien ato makhluk2 aneh yg bentuknya bukan manusia
Kan otomatis karena bentuk rahang ato apanya beda gitu, jadi suara yg keluar ga bisa sama kaya manusia

Menurut saia si bisa jadi ada ras2 alien ato ras2 manusia yg banyak bunyi guttural, tapi mereka mengembangkan teknologi maju, secara belom tentu menurut mereka bunyi guttural itu kasar seperti menurut kita

Terus, dari mana kita tau kalo bunyi yg mereka keluarkan pasti seperti yang kita bayangkan kalo medianya cuma tulisan novel

Soalya pas baca buku2 yg pake setting Mongol ato China gitu, sering nemu transliterasi yg beda2 dan bedanya bisa jauh banget

Temujin - Temudgin - Timoochin
Yesugai - Yezonkhai - Yesugei
Toghto - Tuotuo
Zhuangzi - Dzvangz

Menurut saia si menarik dipake buat budaya fantasi XD
Terutama translit kata dari conlang A ke conlang B, terus ditranslit lagi jadi huruf latin yg biasa kita pake

Soalnya kan, cara kita membunyikan huruf latin yg keluar di novel bisa beda2
Kaya kasus Celeborn di novelnya Tolkien yg dibaca ama orang2 sana jadi Seleborn
(tapi mungkin orang sini kalo baca jadina tetep Celeborn -kaya saia)
Padahal aslinya Keleborn



**lirik komen
whuut kok panjang O.o
sotoy lagi

**kabuuurrr

Anonim mengatakan...

lupa kasi nama
yg di atas itu Yin a.k.a stezsen XD

Luz Balthasaar mengatakan...

@Yin, pendapat dikau ini mengasumsikan bangsa tribal = kurang beradab.

Tapi masalahnya, saia nggak beranggapan gitu.

Saia nggak beranggapan bangsa dengan mindset tribal itu kurang beradab. Kalau buat saia, mau tribal-komunal, mau individualis, mau hive mind, itu simply way of life yang berbeda untuk tiap masyarakat yang berbeda.

Kasar itu cuma sifat bunyi. Sama dengan halus. Nggak ada sifat bunyi yang lebih beradab dari yang lain.

Kalau kamu bilang gini...

Menurut saia si bisa jadi ada ras2 alien ato ras2 manusia yg banyak bunyi guttural, tapi mereka mengembangkan teknologi maju...

Makanya saia ambil contoh Protoss. Mereka tribal mindset, dan mereka teknologinya paling tinggi di antara semua ras di Starcraft. Silakan mainin dan cek sendiri.

Persepsi saia simply karena masyarakat tribal hidupnya lebih keras daripada masyarakat yang hidup di kota besar. Rough n rugged, gitu istilahnya. Wajar jika sifat ini tercermin di dalam bahasa mereka yang terasa 'kasar'.

Dan soal 'mungkin menurut orang suku x itu sendiri bahasa mereka gak kasar,' saia bisa bilang, pengalaman saia berkata sebaliknya.

Teman-teman saia yang dari Sulsel dan Medan itu tahu benar kalau bahasa mereka dipersepsi 'kasar'. Dan mereka mengakui itu dengan penuh kebanggaan akan budaya mereka yang rough n rugged.

Dan kalau dibilang lagi dari sudut pandang alien bahwa...

secara belom tentu menurut mereka bunyi guttural itu kasar seperti menurut kita

Masalahnya, kita bicara dari persepsi manusia. Bukan dari persepsi alien. Kecuali post ini ditulis dari persepsi alien yang tidak menganggap bunyi itu kasar, ya begitulah.

Lalu lagi...

Terus, dari mana kita tau kalo bunyi yg mereka keluarkan pasti seperti yang kita bayangkan kalo medianya cuma tulisan novel

Sebetulnya, post ini nggak membatasi bahasan pada conlang yang ada di dalam tulisan. Tapi baiklah~

Di dalam ilmu fonetik, kita mengenal ada yang namanya konsonan keras dan konsonan lembut. Jadi dari tulisan pun--selama kita bisa membacanya dengan benar--kita akan tahu apakah kata ini bunyinya kasar atau lembut.

Beberapa resource yang bisa dibaca:

http://slb-ltsu.hull.ac.uk/awe/index.php?title=Hard_(consonant)

http://en.wikipedia.org/wiki/Palatalization

http://en.wikipedia.org/wiki/Phonetics

Poin terakhir dikau saia rada gak ngatri. Maksudnya bikin beberapa conlang yang pada dasarnya cuma merupakan transliterasi berbeda dari satu bahasa sama? Kalau memang bikin bahasanya serumpun, bisa saja.

Tapi bahkan dalam bahasa serumpun ada kata-kata yang berbeda, gak cukup cuma dengan membedakan transliterasi.

Juga, karena pada akhirnya transliterasi itu bunyinya tetap sama, saia kita pointless aja kita memakai cara, "conlang A ke conlang B, terus ditranslit lagi jadi huruf latin yg biasa kita pake" kecuali sistem penulisannya memang sangat jauh berbeda, seperti Melnics memakai dua sistem transliterasi, Inggris dan Jepang.

Anonim mengatakan...

Yay responnya keren <3

Humm, saia juga ga ngerti kenapa bahasa yg 'kasar' itu harus diidentikkan dengan tribal?

Ato mungkin persepsi saia ttg tribal beda dengan kk? Bisa jelasin soal tribal2an ga? Sepertinya mindset tribal di otak saia keliru (ngebayangin suku-suku gitu soalnya)


Kalo soal pengalaman dgn bahasa suku yg kasar
Saia pernah ketemu dua2nya si
Org Surabaya juga pada bangga dgn budaya yg rough n rugged
Tapi ga semuanya kayaknya, saia sendiri ga merasa kalo dialek saia kasar n nyentak2, meskipun sodara yg dari jakarta bilangnya gitu

Tapi saia juga ga pernah dengar orang Banjarmasin bilang kalo budaya mereka rough n rugged (mungkin saia kurang banyak bergaul ama orang banjar kali ya jadi belon pernah denger)
Tapi saia pernah denger orang jakarta bilang kalo orang banjar ngomong kaya orang kelahi (jadi kasar yah)
Di kuping saia si biasa2 aja (udah sering denger kali ya)


Jadi saia ga yakin apakah semua orang yang bahasanya dibilang kasar sama orang lain itu bener2 nyadar dengan 'kekasaran' mereka, ato karena mereka dibilang kasar akhirnya mereka mikir kalo bahasa mereka emang kasar dan membanggakan ke'kasar'an itu sebagai sesuatu yang unik



Yang masalah persepsi manusia dan alien

Ah itu dia poin saia.

Saia ga yakin bisa menyalahkan pengarang yg misalnya mengambil kebudayaan alien terus membuat sesuatu yg menurut persepsi manusia kita salah tapi dia bilang benar

Misalnya dia bikin alien menganggap bunyi guttural itu ga kasar, menurut saia si boleh2 aja meskipun menurut persepsi manusia kita itu salah

Saia ga bisa bilang kalo world building nya bermasalah ato ga masuk akal cuman karena dia pakai persepsi yg berbeda dengan persepsi saia


Saia baca link2nya tapi seperti biasa saia rada lemot kalo ga ada contoh bunyinya

Mungkin masalah saia muncul gara2 baca buku soal mongol ama china itu, kaya yg di post atas
Saia bingung jelasinnya gimana, tapi coba sekali lagi (semoga lebih jelas)

Misalnya contoh translit Zhuangzi itu
Kalo saia baca tulisan latin Zhuangzi, di kepala yg kebayang bunyi bahasa china yg udah dikenal
Tapi tau2 keluar tulisan Dzvangz, wkt saia baca itu saia cuma O.o

'Apa ini? Alien?' (langsung kebayang alien taring panjang berliur n badan kaya besi mengkilap)

Jadi saia menyimpulkan kalo 1 bunyi bisa ditulis jadi berbagai macam huruf latin, terus begitu bunyi itu udah dicetak dari huruf latin, pembaca bakal baca itu sesuai pengetahuan yg mereka punya ttg huruf itu

Makanya saia kaget waktu liat Zhuangzi jadi Dzvangz soalnya saia ga punya pengetahuan gimana cara baca Dzvangz yg benar

Jadi kalo saia ngeliat conlang, misalnya tulisannya (ngaco)
"Graghandaragh"

Saia akan baca sesuai cara baca yg saia tau ya gra-ghan-da-ragh gitu

Tapi siapa tau maksud yang buat conlang bukan begitu
Katakanlah misalnya huruf G dibaca lebih mendekati K
Terus huruf GH jadi berbunyi kaya huruf H
Bacanya jadi Krahandarah yg udah beda jauh dengan bayangan saia

Jadi saia ga yakin bisa memastikan seperti apa sebuah conlang harus dibaca kalo cuma liat hurufnya aja
Saia ga yakin kalo saia bisa memastikan bunyinya benar seperti yang saia baca

Dzvangz enggak harus dibaca Dz-vangz seperti di kepala saia, tapi bisa dibaca jadi Zhuangzi


Tentu saja saia berpikiran kalo translit bahasa harus memudahkan pembaca

Tapi bukan berarti saia bisa bilang kalo cara translit mereka salah, ato kalo bunyi yg keluar dari tulisan harus sesuai dengan cara baca saia
Jadi IMO mestinya bikin conlang yg ga bisa dibaca sekalipun sah2 aja
(tapi ngapain?)


yin

Luz Balthasaar mengatakan...

Soal kenapa mereka yang memiliki mindset kesukuan cenderung dipersepsi kasar dalam berbahasa, itu murni pengamatan saia.

Orang-orang yang memiliki keterkaitan suku erat berbicara dengan cara yang berbeda dengan orang-orang yang individualis. Kecenderungan yang saia amati, nada mereka lebih asertif, spontan, dan apa adanya. Inilah yang kerap dipersepsi sebagai kasar. Dan ini sama sekali bukan sesuatu yang buruk.

Dan jangan bayangkan tribal itu = suku-suku, yang dari konteks dikau saia tangkap bayangannya adalah "suku-suku terbelakang."

Tribal adalah kata sifat, bukan kata benda. Tribal mindset adalah cara berpikir kesukuan. Yang berarti, orang-orang dengan mindset ini memiliki ikatan komunal yang lebih erat dibanding masyarakat perkotaan yang cenderung individualis.

***

Kalau ini,

Tapi saia juga ga pernah dengar orang Banjarmasin bilang kalo budaya mereka rough n rugged. Saia ga yakin apakah semua orang yang bahasanya dibilang kasar sama orang lain itu bener2 nyadar dengan 'kekasaran' mereka

Pengalaman saia sih, most likely, mereka tahu.

Mereka nggak perlu bilang itu dengan nyata dan terang-terangan kepada lawan bicara. Namun, seseorang yang mengenali kondisi kesukuan atau kebangsaannya akan menyadari budayanya, persepsi orang kepada budayanya, dan jika ia mau, memeluk budaya itu dengan rasa bangga.

***

Mengenai alien... saia juga gak bilang "world building nya bermasalah ato ga masuk akal cuman karena dia pakai persepsi yg berbeda dengan persepsi saia."

Kembali, yang membaca adalah manusia, dan yang menulis adalah manusia. Jadi, untuk meningkatkan believability, sangat baik jika kita menyesuaikan worldbuilding dan conlang dengan persepsi manusia.

Kalau nggak sesuai dengan persepsi kasar halus manusia, ga papa. Nggak akan ada yang menyalahkan penulis, kok.

Tapi sebaliknya, penulis juga nggak boleh "cengeng", dalam arti menyalahkan pembaca kalau secara umum mereka menilai itu nggak believable. Believability gak bisa dipaksakan dengan alasan "Kalian gak bisa menilai karya saia bermasalah dong, soalnya kita beda persepsi!"

It just does not work that way. Our audience is human, so we should try best to make our work humanly believable.

***

Dan bagian ini...

Saia baca link2nya tapi seperti biasa saia rada lemot kalo ga ada contoh bunyinya

Link yang saia kasih pun sebetulnya lengkap, ada pengertian dan ada contohnya, lho. Terutama artikel soal palatalization dan hard Consonant.

Dan...

SJadi saia ga yakin bisa memastikan seperti apa sebuah conlang harus dibaca kalo cuma liat hurufnya aja
Saia ga yakin kalo saia bisa memastikan bunyinya benar seperti yang saia baca


Biasanya, pembuat conlang akan bikin manual, bagaimana membaca conlang buatannya apabila memang cara bacanya beda banget dari cara baca yang lazim di dalam bahasa ibu si pembuat atau pembaca. Dari situ kita bisa tahu seperti apa bunyinya.

Mengenai DzVangz dan Zhuangzhi, saia juga familiar dengan perbedaan transliterasi. Saia berhadapan dengan ini kalau saia harus mentranslit bahasa Korea.

Ambil nama 황성경 ; ada yang menulis ini sebagai Hwang Seong-gyeong, ada yang menulis Hwang Sung-kyung, dan ada yang menulis Fan Songyon. Memang bunyi bisa ditulis dengan huruf latin yang berbeda oleh orang yang berbeda.

Tapi kalau diperhatikan baik-baik, bunyinya nggak segitunya berbeda. Bahkan Dzvangz dan Zhuangzhi bunyinya masih mirip. Mungkin perlu sedikit penjelasan, dan nggak bisa pas 100% bunyinya sesuai bunyi asal, tetapi saia nggak merasa ini merupakan masalah yang segitunya merintangi pemahaman akan rasa kaar-halus bunyi.

Dengan kata lain, sekalipun cuma lihat huruf, selalu ada jalan untuk mengerti, kalau kita mau mengerti.

Anonim mengatakan...

Muryaaa kereeeenn <3

Berarti maksudnya tribal itu lebih komunal n ga individualis yah okeh okeh (nyatet)

Saia masi ga ngerti apa miripnya dzvangz ama zhuangzi, tapi mirip2an gini emang relatif ya batesnya

Humm saia juga ga bilang kalo bikin sesuatu dari persepsi alien dll itu bagus ato keren (soalnya saia sendiri juga ga suka akakaka)
** ditendang

Tapi siapa tau aja yg bisa bikin dan jadinya kuereen banget

Sebetulnya saia cuma ngarep orang2 yg punya ide gitu terus baca tips trik model gini langsung 'nyerah' dan ga mau bikin fantasi dengan konsep persepsi alien dll lagi
Menurut saia sayang si (yah cuma berharap saja)

Lanjutin lagi bagian 2 nya kk <3


Yin

dejongstebroer mengatakan...

yach,, aku koq gak disummon dimari sihhhh,,,,
kalo bahasmembahas konlang-kanling sih aq gak mau ketinggalan