Selasa, 17 September 2013

Hiatus Break ~ Waktunya Repiu Buku Asing?


Lagi-lagi blog ini berganti kulit. Tapi kali ini pake apdet. Bukan cuman ganti doang kayak kemarin.

Saia tahu saia lama hiatus, dan itu nggak bisa saia salahkan sepenuhnya ke makalah kuliah. Selama setahun belakangan saia mempelajari banyak hal dengan kecepatan dan intensitas luar biasa, baik urusan kuliah maupun menulis. Sejujurnya, itu bikin saia nggak tahu dari mana harus mulai memilah dan menuturkan apa yang sudah saia pelajari dalam postingan-postingan blog ini. 

Captain Penny nggak ada hubungannya dengan sekolah atau nulis.
Saia cuma suka ngeliatin pinguin robot steampunk pake jetpack

Dan saia bukannya nggak nyoba milah dan nulis. Saia nyoba, tapi selalu saja hasilnya racauan tiada karuan. Saking tiada karuannya saia ga yakin itu bisa dijadikan sarana galian singset kabel ilham bagi yang baca. Jujur, saia bahkan gak yakin tulisan-tulisan itu bisa berguna sebagai catatan pribadi!

Tapi tentu saja setelah diskusi dengan rekan-rekan, saia akhirnya nemu cara untuk menyortir apa-apa yang sudah saia pelajari. Pertama-tama saia berniat bikin rangkuman poin-poin dasar untuk menulis fiksi fantasi. Semacam FAQ untuk pemula, kira-kira, berdasarkan apa yang sudah kita diskusikan selama ini. Tapi setelah bikin FAQ, apa lagi yang bisa saia kerjakan? Inilah yang menghantui saia. Kadang ada tema yang menarik untuk dibahas. Tapi kadang juga nggak ada. Kadang temanya ada, tapi bahannya kurang dan saia belum sempat riset.

Saat itulah saia berpikir kalau saia akan mulai membuat repiu untuk buku-buku fiksi fantasi dari luar di blog ini. Yang juga sinisotoy, tentu saja; sekali-kali bolehlah kita melihat kalau fiksi fantasi luar yang diagung-agungkan bagus dan cemerlang itu pun... nggak semuanya keren kok. Wehehehehe.

Tapi harus diakui kalau di antara bahan-bahan repiu itu ada yang memang keren, dan kalau ada, itu yang akan saia rekomendasi kepada aspiran penulis fiksi fantasi untuk dibaca.

Jadi itulah yang akan saia usahakan untuk sementara ini. Saia akan selesaikan FAQ secepatnya, dan memulai mengulas buku fiksi fantasi luar, terutama yang kurang dikenal/belum terbit di sini. Mengenai yang pertama, saia sudah mengkompilasi 9 miskonsepsi/permasalahan/pertanyaan yang sering dihadapi penulis fiksi fantasi pemula, sebagai berikut:

  1. Menulis fikfan ini benar-benar asik! Sesuai untuk saia yang punya imajinasi liar! OMG! Ini berarti saia ini istimewa, kan? Beda dari orang-orang mainstream yang suka teenlit?
  2. Saia selalu dapat ide, tapi nulisnya gak sempat! Gimana dong?
  3. Dapat ide untuk bikin fikfan dari mana sih? Kok saia seret ide yah?
  4. Hmm... jadi kalau gitu saia comot ide yang udah dipake karya yang saia suka, boleh kan? Toh, nothing new under the sun. 
  5. Saia punya ide nih, tentang nenek-nenek kuntilanak lincah! Ah, tapi itu bukan fiksi fantasi yah? Hehehe~ 
  6. Fantasi itu imajinasi tanpa batas. Jadi sebetulnya saia gak boleh dikritik kan kalau apa yang saia masukin gak sesuai kenyataan? Namanya kan fantasi? 
  7. Saia mau bikin fiksi fantasi yang dark/filosofis/penuh dengan tema dewasa! OMG saia edgy, dan kalau kalian kritik saia, kalian munafik/kolot!
  8. Fiksi fantasi karya anak bangsa harus pake unsur Indonesia! Kalau nggak pake berarti kebarat-baratan/cuma bisa niru JRPG! CUIH!
  9. Boleh gak nulis fiksi fantasi pakai bahasa gaul? Atau harus sesuai EYD semua?

Saia yakin, at some point, semua aspiran penulis fantasi pernah mengalami atau dikonfrontir oleh orang lain sehubungan dengan permasalahan-permasalahan yang saia tulis di atas. Biasanya konfrontasi macam itu akan memunculkan perdebatan, dan nggak cuma satu kali.

Oleh karena itulah saia pikir perlu ada Beginner FAQ ini. Pertama, supaya kita bisa menunjukkan kepada aspiran penulis fantasi pemula bahwa ada konsensus umum untuk mengatasi masalah-masalah tipikal bagi mereka yang belajar nulis fikfan. Dan kedua, supaya kita ingat bahwa yang masih terus memancing-mancing masalah ini adalah noob. Atau troll. Daripada ngabisin waktu berdebat dengan mereka, lakukan sesuatu yang lebih penting.

Saia sudah punya jawaban sinisotoy untuk masing-masing poin di atas. Tapi tentunya, pendapat saia bukan satu-satunya yang penting. Masukan dari sesama orang yang belajar nulis selalu bisa berguna. After all, ketika saia memulai blog ini, saia menargetkannya bukan sebagai milik saia pribadi, tapi sebagai semacam community service untuk memunguti gagasan-gagasan tentang cara belajar menulis fiksi fantasi dan mengumpulkannya dalam satu situs.

Jadi jika anda punya pendapat sehubungan dengan sembilan permasalahan di atas, silakan disampaikan di komentar. Hasil diskusi akan saia tambahkan ke dalam jawaban FAQ.

Buat yang kemarin menyumbang ide di Facebook tapi belum saia masukkan, misalnya "bagaimana membuat puisi yang nggak di-skip pembaca?" ide itu bukan saia tolak, tapi saia simpan karena itu udah teknis, bukan lagi Beginner FAQ. Mungkin saia akan masukkan itu untuk Intermediate/Advanced FAQ, yang akan saia bikin begitu saia dapat lebih banyak pertanyaan teknis dan sudah menentukan format paling baik.

Jadi untuk sekarang, silakan dilihat pertanyaan-pertanyaan di atas. Boleh dicoba jawab semuanya, atau didiskusikan di komentar. Kalau ada yang mau nyumbang pertanyaan baru, boleh juga. Andai terlalu canggih untuk masuk Beginner FAQ, akan saia simpan untuk masuk Intermediate/Advanced FAQ.

Mengenai yang kedua, repiu buku asing, saia sudah... well... jujur, mengunduh buanyak buku asing. Iyah, mengunduh. Untuk buku asing, sayangnya saia nggak bisa nerapin kebijakan "kalau saia nggak beli saia nggak akan repiu" seperti yang saia terapkan untuk buku lokal. Ngimpor itu mahal, jadi kalau saia bisa dapat e-book, saia akan ambil e-book. Kecuali itu buku bagus, atau ada terjemahannya, atau memang ditulis pengarang favorit saia.

Sejauh ini yang mau saia repiu adalah:

  1. Unwind dan Unwholly karya Neal Shusterman - Udah selesai baca, tapi bukunya lagi dipinjem *toeltoelMissLola* jadi saia nggak bisa lanjut nulis repiu. Akan saia selesaikan begitu saia udah dapat bukunya lagi.
  2. The Windup Girl karya Paolo Bacigalupi - Udah selesai baca juga. *toeltoelMissLolalagi* Akan direpiu setelah buku saia kembali.
  3. Alif the Unseen karya G. Willow Wilson - Jin + Fantasi + Hacking + Arab Spring. Gak se-awesome kedengarannya, tapi banyak yang bisa dipelajari. Mungkin akan jadi repiu buku asing saia yang pertama. 
  4. Deathless karya Catherynne M. Valente - Udah selesai baca. Retelling legenda Koschei the Deathless yang saia suka banget, dan membuktikan kalau penjelasan bejibun bukan satu-satunya cara untuk menciptakan believability. Tapi barangkali, buku ini nggak untuk semua orang. Akan saia bikin repiunya setelah Alif the Unseen.
  5. Conqueror Series karya Conn Iggulden - THIS! Sangat worth it dipelajari buat yang mau bikin perang kolosal dalam fiksi fantasi, sekaligus menunjukkan kalau show don't tell itu bukan kemutlakan; Conn Iggulden is a true storyTELLER. Sayang Gramedia mulai nerjemahinnya dari Lords of the Bow, bukan dari seri pertamanya, Wolves of the Plain/Birth of an Empire. Yang pertamanya itu just plain awesome, bisa personal dan kolosal sekaligus. Saia masih harus lanjutin Bones of the Hills, Empire of Silver, dan Conqueror.
  6. Night Creatures Series karya Marianne de Pierres - Fantasi YA dari Australia. Katanya bagus, tapi ekspektasi saia nggak terpenuhi. Perlu diulas untuk menunjukkan worldbuilding yang kurang tuntas. Cover edisi Aussie-nya DEWA, though. Saia baru baca Burn Bright, dan setengah jalan baca Angel Arias. Shine Light belum kesentuh.
  7. Stormdancer karya Jay Kristoff - Japanese steampunk dengan supermassive worldbuilding FAIL. Saia mungkin akan mengundang seorang penerjemah bahasa Jepang yang sangat frustrasi dengan novel satu ini untuk menyumbangkan makian ekstra. Wekekeke~ 
  8. The Blue Blazes karya Chuck Wendig - Cerita tentang drugs yang bikin orang bisa ngelihat penghuni neraka. Yea, saia dapat ide magi-juana dari buku ini, dan saia harus membahas buku ini setelah ngelihat cara si penulis ngegambarin tokoh utamanya:
"He's built like a brick shithouse made of a hundred smaller brick shithouses."

HELL YEAH.

Ada buku lain yang kira-kira menarik untuk dibahas lagi? Let me know, and I will send you the gift of a thousand splendid shithouses ♥



Luz Balthasaar
Kalau Pemprov DKI bikin girlgroup, namanya bagusan DKI 48 apa PNS 48?

22 komentar:

Anonim mengatakan...

FAQ no 1 itu saia banget mwehehehehehhehe .... (dulu).
Kalo dipikir2 sekarang gaje juga yak, emang apa istimewanya gitu kalo fikfan? :-?


Hum soal "sesuai kenyataan", dulu saia termasuk orang yg terhipnotis dengan fantasi harus punya world building lengkap, harus masuk akal, dll dsb. Tapi bukannya fantasi itu salah satu tujuannya bikin orang "percaya"? Selama bisa bikin orang percaya mau segaje apa pun dunianya tetep berhasil kan?
(sayangnya sepertinya otak manusia ga bisa diformat kaya komputer, jadi kita baca cerita fantasi masih pake OS bumi) :v

Soal muatan "filosofis" (ato apa pun itu)... Apa yg namanya "filosofis/dark/dewasa/sejenisnya" harus dibuat dengan model cerita "kontroversial"? Harus menyangkut tema2 "heboh" macam gender ato ideologi ini itu? Harus masukin quote2 keren ato kalimat2 keren yg terdengar "filosofis" (uhuk)?

Mungkin banyak yg bakal protes, tapi IMO soal "filosofis" yg keren bisa liat Narnia Last Battle. Itu enggak perlu pake quote2 rumit nan keren, tapi bisa masukin rangkuman keselamatan di Mere Christianity (yg apologi buat orang dewasa) ke cerita anak2 yg gampang dimengerti.


Terus numpang nanya :v

Saia mau ikut nanya soal cara bikin puisi yg bagus itu. Tapi saia mau bikin puisinya jadi narasi cerita. Dibikin jadi dialog juga boleh (ngebayangin dialog les mis versi musical yg keren terus berandai2 klo bisa dimasukin ke novel). Gimana caranya biar jadi bagus tapi enggak lebay dan bikin pembaca bingung?

Bagaimana dengan penggunaan conlang dan footnotes (yg biasanya satu paket)?
*belakangan lagi sepet ngeliat footnotes bertebaran* >:o

----gapenting---
Cc luz mau ikutan DKI48? (penasaran liat cc luz nyanyi plus dance) *ditendang* :v :v :v
--

yin

AbyssCrawler mengatakan...

mengenai "ide", nothing new under the sun.

tapi sepertinya orang2 jepang gak pernah kehabisan ide orisinal, sekalipun kadang pelaksanaannya kurang memuaskan dan terkesan agak garry stu.

tapi kalau membaca karya2 Jepang sepertinya bukan hal baru tapi selalu ada ide menarik yg kutemukan di sana.

dan kalau dilihat2, sepertinya orang2 Jepang itu mengambil ide dari karya yang sudah ada sebelumnya lalu diolah dengan matang. seperti contoh Shingeki no Kyojin.

penulisnya bilang itu terinspirasi Ultraman, tapi gw bilang dia pasti jg terpengaruh Kentaro Miura. dan akhirnya proses pengolahan itu menghasilkan sosok humanoid dalam ukuran raksasa yang makan orang. cara ngelawannya yaitu dengan jarak dekat dengan menggunakan 3DMG. menurut gue ini misi bunuh diri. daripada menginvent 3DMG, mending menginvent atileri yang bisa menembus tubuh Titan sehingga pangkal lehernya bisa bolong dan matilah si titan. atau airship untuk membombardir para titan. kenapa harus 3DMG??

tapi sesuai dengan temanya : sacrificing, mungkin memang harus 3DMG. biar greget!

kalau lu jadi Isayama, mending pake 3DMG atau sistem airship dan atileri ampuh? ini soal ide dan konsep yang menurut gw sering jadi bahan kritikan reviewer fikfan jg.

AbyssCrawler mengatakan...

mengenai muatan "filosofis", mungkin sebagai anak jurusan filsafat boleh sedikit beruneg2 jg.

di jurusan filsafat awalnya kupikir memang begitu, penuh dengan petuah dan bijak2an. tapi sesungguhnya nggak begitu. yang ada di filsafat sesungguhnya adalah disiplin untuk melihat sesuatu seobjektif mungkin. dan yang dipelajari adalah subjektivitas itu sendiri. jadi sesungguhnya di bidang ini gak ada salah atau benar, seperti logika. yang ada ya opini dan subjektivitas (value). dan yang paling kerasa dari bidang ini menurut gue sebenernya adalah "ide".

kalau nanya ke gw, apa filsafat berguna untuk menulis genre fantasi, tentunya gue akan menjawab "ya" dengan mantap. Sebenernya bidang ini punya segalanya;
- Metafisika > World Building
- Kosmologi > world building
- Sejarah filsafat > kebudayaan
- Psikologi > karakter building & plot
- Logika > membuat kalimat dengan benar & konsistensi cerita
- Sosiologi > isu sosial & plot

tapi filing gue sih, gak bakal ada yang setuju dgn pendapat gue di komentar ini. bukan pesimis ya, hasil pengamatan saja.

Anonim mengatakan...

*argh tak ada tombol like di blogger*

Pengen nge like komen kk bing yg di atas (y)
Makasih atas pencerahannya

yin

Juno Kaha mengatakan...

Bagian ini: "Fiksi fantasi karya anak bangsa harus pake unsur Indonesia! Kalau nggak pake berarti kebarat-baratan/cuma bisa niru JRPG! CUIH!"

Gak bisa gak teringat kejadian tempo hari.

Dan karena gw nulis ini sembari nyetel Sister's Noise-nya fripSide yg jg jd opening song To Aru Kagaku no Railgun, lsg kepikirnya settingnya Indonesia, tapi ceritanya ala Railgun. Ttg satu wilayah di Indonesia yg dikhususkan utk development org2 dgn special skill.

Oooh, oke sip. Kayaknya gw dapat ide lumayan bagus.

*ngeloyor mengabaikan yg protes soal kurang nge-Indonesia krn gak ada batik dan wayang*

*krn buat panda batik dan wayang itu gak mencerminkan Indonesia, itu mencerminkan Jawa, dimulai dari Jawa Tengah sampe Jawa Timur*

Hehe.

Luz Balthasaar mengatakan...

@Yin: Saia didapuk jadi manajer DKI/PNS 48. Yang nyanyinya Mbak S*t* M*******, seorang PNS Guru Seni Musik dengan suara bagaikan Adele Betawi.

Dance choreographernya adalah Mr A*** S******, seorang PNS Guru Pendidikan Jasmani dengan bodi super seksi yang saia yakin membahagikan istri ybs. setiap malam dan kadang-kadang sewaktu siang. #WaitWhat

Your point is quite valid, mengenai bagaimana Narnia menuturkan filosofi tanpa jadi filoso(k)fis. Ini sama dengan poin Bing di bawah, yang kayaknya akan saia jadikan jawaban di FAQ.

Conlang dan footnotes of course udah masalah intermediate, tapi in general, saia ga suka pake footnote. Apalagi klo footnotenya jelasin conlang. Tapi gak nyangkal ada novel yang memakai footnote dengan baik. Bartimaeus series misalnya; dia membuat footnotenya kayak celetukan narator, dan celetukan itu lucu. Jadi, membaca footnote itu jadi bagian dari entertainment.

Sama dengan lagu dan puisi. Saia pernah nyoba bikin puisi, tapi pada akhirnya saia ngerasa pretensius. Nggak berarti semua pengarang yang naruh puisi itu pretensius, tentu.

Saia pernah nulis sedikit di repiu ZodiaZ tentang masukin puisi: Usahakan dia indah/lucu/menarik dan relevan dengan ceritanya. Bang HarBROwoputra pun menambahkan pedoman lain yang menarik, yaitu puisi sebaiknya bisa dinyanyikan, yang terkait dengan poin kedua yang dikau tanyakan: Lagu.

Intinya, untuk sementara saia akan gariskan kalau puisi itu dipakai bagusnya kalau puisi relevan ke cerita, dan kalau anda yakin itu lucu/menarik/indah, dan bisa dinyanyikan.

Chwilyswr mengatakan...

Haha PNS48.

Hmm, conqueror bagus ya? Ditunggu reviewnya. Kalo boleh, rekomendasikan saya fantasi perang-perangan lainnya dong.

Anggra mengatakan...

Uhuk?
Stormdancer jelek ya? Padahal itu masuk wishlist saia :o

*culik Captain Penny* <3 <3 <3

Anonim mengatakan...

@cc luz
Beneran jadi DKI/PNS48? *eh* :v

Nah, puisi yg enggak pretensius dan bisa dinyanyikan itu yg saia pengen bikin, secara bayangan saia pengennya kaya dialog/narasi film musikal. Tapi bingung cara bikinnya gimana. Ada panduan ato referensi bikin puisi naratif? Referensi saia soal puisi Indonesia minim dan kalo nemu juga bukan naratif ><

yin

Luz Balthasaar mengatakan...

@bing, itulah, ada bedanya antara naskah yang filosofis dan naskah yang filoso(k)fis. Sialnya, banyak orang berusaha jadi yang pertama, eh malah jatuhnya ke yang kedua.

Ilmu filsafat sendiri, yang menurut saia adalah "ilmu yang mengajari kita bagaimana cara berpikir," tentu saja memiliki kegunaan dalam menulis fiksi. Jadi, nggak masalah memang kalau mau nyoba bikin naskah filosofis, yang menurut definisi ini bisa berarti naskah yang merangsang kita berpikir seperti, "Apakah nilai-nilai yang selama ini kita anut tidak keliru?"

Masalahnya, kadang si penulis punya ide yang memang filosofis, tapi skillnya nggak cukup untuk mengintegrasikan itu di dalam cerita. Jadi naskahnya jadi penuh petuah-petuah dan kuliah.

Atau bisa jadi dia delusional, "Oh orang lain kok gak pernah mikir gini? Saia harus nulis ini!!") Dia jadi merasa dia spesial karena melakukan apa yang ga dilakukan orang lain, maka naskahnya jadi berbau gue-lebih-pinter/suci/jago-dari-loe-karena-gue-kepikiran-bikin-gini-dan-loe-enggak.

Padahal, apa yang dia lakukan itu barangkali nggak istimewa. Mungkin ada orang lain yang udah melakukan--dengan lebih baik--dan dia nggak sadar itu. Makin menggelikan lagi kalau semua orang selain dia menyadari itu sementara dia sendiri tetap delusional.

Luz Balthasaar mengatakan...

Masih @bing, saia nggak akan secepat itu bilang orang jepang nggak pernah kehabisan ide orisinal. Saia lebih setuju poin ini:

-Ada poin yang dikombinasikan di dalam ide itu secara menarik, dan

-pengolahannya matang.

Satu masalah kreativitas, satu masalah teknis. Yang pertama adalah kemampuan untuk mencari kombinasi/tambahan/twist yang bisa bekerja dengan satu ide lama, dan yang kedua adalah kemampuan untuk mengeksekusi kombinasi itu menjadi sesuatu yang terasa segar.

Dalam hal ini saia nggak akan memakai kyojin sebagai contoh positif, karena saia bukan fans kyojin. Saia nggak suka alur dan penokohannya.

Ide pertarungannya menarik, tapi seperti yang kamu bilang, terlalu dibuat-buat. Kenapa kelemahan Titan cuma di belakang leher? Kenapa ga dibikin artileri yang bisa tembus leher titan?

ANW, seinget saia, pertanyaan terakhir saia malah ga perlu ditanyakan. Artileri di dunia kyojin bisa melukai titan. Kenapa mereka nggak bisa tembak leher sih? Kan kalau gitu leher belakangnya juga ancur.

Kalau airship mungkin rada intensif resource, dan itu sulit dilakukan di dunia post-apo. Hanya saja kalau udah ditunjukkan mereka punya meriam dan meriam itu bisa melukai, saia nggak ngerti the whole point of harus pukul titan di belakang leher.

Tapi bisa jadi, again, rule of cool bekerja. Which is nice, hanya saja dalam kasus saia, inkonsistensi di kyojin ngalahin wow factor yang saia dapat dari rule of coolnya.

Luz Balthasaar mengatakan...

@Panda: True. Kayak kalau ga ada batik dan wayang, nggak Indonesia.

Lucunya, kalau kita bikin naskah fikfan dan kita masukin unsur Indonesia non-Jawa, kadang-kadang yang suka protes macam begitu malah nggak nyadar kalau itu budaya Indonesia.

Ingat Nadi Amura dulu? Sumpah itu unsur Indonesianya banyak. Tapi ada aja whiner di GRI yang bilang, "Itu nggak ndonesia ah! Amura-nya Jepang itu!"

Kayak dia bisa basa Jepang, gitu...

***

@Semit: Saia saranin baca Birth of an Empire/Wolf of the Plains dulu, baru lords of the Bow. Setelah saia cek, yang ketiga (Bones of the Hills) dan lanjutannya agak love it or hate it bagi beberapa orang. Tapi yang pertama, saia cukup yakin dikau menikmati.

Kalau mau perang kolosal yang bagus biasanya nyari historical fiction yah. Sayangnya saia ga tralu sering baca historical fiction. Ini cuma kebetulan lagi pengen baca historical fiction setelah ngebaca Romance of the Three Kingdoms dan main DW8, jadi nyamber apa yang ada aja.

***

@bu Dokter: Itu ada domba tertentu yang meledak lihat naming dan kultur di Stormdancer. Berikut transkripsinya:

"Ini serasa orang bule pake kostum jepang dan sok ngejepangi. NORAK! KANCUT!"

Dengan kata lain, itu worldbuildingnya weeaboo abis. Kalau masih mau, I can give you my copy though. :D

Juno Kaha mengatakan...

Kayaknya gw kudu pinjem Nadi Amura. Satu buku kelar kan itu?

Soal SnK. Meriam di atas tembok itu bahkan sanggup menghancurkan kepala Titan, fyi. Tapi udahnya dijabarin lagi bahwa kepalanya beregenerasi dalam hitungan detik.

Terlepas dari gw jg sampe skrg masih bertanya2 kok mereka kepala hancur masih gak mati, ada beberapa faktor seinget gw yg menyatakan kenapa meriam itu dianggap cuma oke buat nahan ato mengalihkan perhatian doang:

- Waktu reload meriam lama, sementara Titan yang datang biasanya berjamaah alias gak cuma 1 doang.

- Meriam biasanya diposisikan di atas tembok dan digunakan rel untuk menggeser posisinya, tapi setelah itu harus diikat supaya sentakan pasca tembakan tidak membuat meriamnya malah jatuh.

- Karakteristik Titan variatif. Mulai dari ukuran tubuh (3-7 meter sampe 10-15 meter, dan itu belum menghitung yang anomali sampe 60 meter), cara gerak (ada yg lari kayak banci tapi larinya kenceng abis, ada yang merayap pake kaki dan tangan). Dengan kondisi demikian, IMHO-CMIIW, bidikan meriam lumayan sulit karena terkait jarak selain tinggi dan kecepatan Titan.

- Kita blm ngomongin Titan "istimewa": Colossal Titan (60 meter, dgn uap panas terus2an keluar dari badan dan bisa dia manipulasi untuk smoke screen), Armored Titan (70% badannya ketutupan sejenis logam), Female Titan (gesit dan refleksnya mengantisipasi serangan cepat), "Monkey" Titan (ukuran badan kecil, bisa memanjat dan gesit).

- Meriam tidak cocok untuk pasukan scouting yang tugasnya adalah keluar untuk ... scouting para Titan, tapi bukan scouting untuk dijadikan anggota SnK48. Karena ngegeret2 meriam ke sana kemari itu berat dan memperlambat pergerakan pasukan.

Kayaknya itu aja sih. Yg terpikirkan oleh gw.

Hehe.

Luz Balthasaar mengatakan...

Masalahnya nembak kepala kan semua leher juga ancur. Harusnya titannya ga bisa regen, kalau kelemahannya di belakang leher.

kalau titannya Zerg rush, that's another problem. Tapi kenapa nggak bikin meriam multiple? Toh di awal cerita mereka sempat damai lama, tapi selama itu mereka sadar ancaman titan masih ada. Kenapa mereka gak bikin lebih banyak meriam hingga berderet di atap wall?

Ini baru plothole. Yang bikin saia nggak bisa lanjut adalah plotnya yang kelewat lambat. Karakternya juga nggak terlalu likeable. Paling Armin aja yang lucu, tapi lainnya... nggak. >_<

Juno Kaha mengatakan...

*habis nanya ama temen kantor yg dirasa lebih tahu*

Bagian yg kudu dipotong itu bawah tonjolan di tengkuk.

Kyknya itu daerah yg masuknya "nyaris hancur" kalo headshot.

Tapi, yep, 100 tahun damai dan mereka kayaknya gak ada antisipasi tertentu.

... Kecuali ada alasan perpolitikan di baliknya ... aku tak tahu soal itu ...

Hehe.

Luz Balthasaar mengatakan...

Klo lehernya lom kena pas headshot, turunin bidikan dong. Neck shot itu ada lho, dan dipake buat bunuh beruang.

Klo Panda mau pinjem Nadi Amura tukeran aja. Saia mendadak ingin baca... itu tuh "N" yang kita omongin di chat kmrn.

Anggra mengatakan...

Urrr... nanti aja deh. Belum siap kena fikfan yang bikin capek ati ^^;;;

Uhum. SnK biar banyak plothole tapi fans nya banyak. Entah mungkin karena idenya yang nggak biasa ya? :-?
Saia sendiri udah KO di episode pertama. Rasanya males banget lanjut nonton dengan karakter yang lebay begitu. Mungkin nanti akan coba beli 1-2 volume manganya. Idenya emang ga jelek.

Mudah2an bakal muncul "Hunger Games" buat SnK ini. Dalam artian, cerita dengan ide sama tapi eksekusi yang lebih bagus.
Seperti Hunger Games dan Battle Royale :P

Juno Kaha mengatakan...

@Signora Luz: Oke sip, gan. *nyaris pasang 'emoticon' editan, lalu ingat bahwa ini bukan Whatsapp*

@Bu Dokter: Mungkin karena pengisi suaranya Eren Jaeger sama dengan Ouma Shu.

(jawaban "A dan B benar, tapi tidak berhubungan" kyknya deh ini)

Hehe.

Anggra mengatakan...

Ng...permisi mau OOT.
Waktu lagi ngantri di AFA, lihat poster gede Guilty Crown. Dan saya ngedumel ke adek saya...
karena Shu kelihatan keren! Ini penipuan!!

*kabur*

Juno Kaha mengatakan...

@Bu Dokter Anggra: *nanggepin oot*

SITU GAK LIAT ADA YANG COSPLAY JADI OUMA SHU BAWA VOID PEDANG YG DIBUAT DARI RESIN ATO AKRILIK?!?!?!

Meskipun gw setengah yakin dia jadi Shu ato bukan karena bajunya nampak beda banget dan gak ada ciri khas rambutnya pirang sejumput ala Ouma Shu.

Sialnya gw gagal ngefoto dia. :v

Karena di sebelahnya juga ada cosplay Lightning yg keren. Gara2 ngefoto dia, pas gw nengok lagi udah menghilang yg dicurigai sebagai Ouma Shu itu.

Dedicated abis itu bikin pedangnya. :v :v :v :v :v

*mengingatkan diri sendiri utk besok ngerecokin salah satu anak di gereja minta fotonya dia cosplay jadi Yuzuriha Inori versi pake seragam sekolah*

*akhir oot*

Erm, kembali ke topik.

Bicara soal Hunger Games dan Battle Royale, emangnya bagusan Hunger Games ketimbang Battle Royale? :v

Gw kira org2 pada kuchiwa ama Hunger Games krn mendadak banting setir jadi "YA pada umumnya"?

Hehe.

Anggra mengatakan...

Iya. Bagusan Hunger Games. Definitely :P

Rini Nurul Badariah mengatakan...

Halo, Luz.
Seri Conqueror diterjemahkan dari Wolf of the Plains dulu, kok. Saya menyuntingnya berurutan.