Rabu, 01 September 2010

Esai Fantasy Fiesta 2010 ~ Entryku dan Burung-burung Perintang Pulau

Saat rame-rame pengumuman Fantasy Fiesta 2010 semalam, aku sedang duduk di depan dua kompie untuk bekerja. Sambil minum, bukan teh tarik tetapi air. Seharian survei lapangan ke dua lokasi berjauhan teryata bikin kemalasan meningkat drastis. Padahal teh tarik instan tersedia di bawah, tinggal comot dan seduh kayak  barang plug and play
 
Sambil ngetik tiba-tiba ngelihat jam, dan nyadar kalau pengumuman Fantasy Fiesta 2010 seharusnya udah dipajang. Jadilah aku mengintip-intip dan... ya, lumayan juga! Masuk 10 besar. Aku juga bisa bilang kalau aku senang pada pilihan juri untuk juara 1, 2, dan 3, terutama karena juara satunya adalah salah seorang teman yang "sudi mampir" ke blogku. Karya yang bersangkutan bisa dilihat di sini.
   

   
Kegiatanku berikutnya tentu saja membaca pembukaan ulasan juri dan komentar mereka tentang karya-karya para peserta--yang kubaca karyaku terutama. Paling geli pas baca komentar juri tentang "kenapa hewan tinggal di kota? Bukannya mereka tinggal di hutan?"

Sebetulnya sih, habitat alami singa itu bukan hutan. Mereka makhluk sabana--atau gunung, kalau mereka singa gunung. Sebab itu pada masa kini mereka tinggal di kawasan konservasi--atau jadi tontonan di kebun binatang. 

Lebih jauh lagi, kita sering menganggap bahwa hewan adalah makhluk bahagia  penuh kebanggaan yang suka tinggal di hutan. Sedang kenyataannya? Hutan sudah gundul karena dijarah manusia. Dan kalau hutan gundul, bagaimana mereka hidup, dan di mana mereka tinggal?

Sapi-sapi di India tinggal di kota, di antara manusia. Atau di peternakan sapi, di seluruh dunia, menunggu diperah dan dijagal. Gajah-gajah di Thailand juga tinggal di kota, dipakai sebagai pekerja industri wisata untuk memuaskan turis-turis yang mau naik gajah. Kadang mereka diperlakukan baik sama mahout (pawang) mereka. Lebih sering tidak. Beruang tinggal di peternakan-peternakan ilegal di Cina daratan. Dalam keadaan hidup, empedu mereka ditusuk dan disadap cairannya untuk dijadikan obat tradisional. 

Dan tentu saja, kalau kita bicara bukan kenyataan, di dalam film The Jungle Book-nya Disney ada cerita tentang kawanan kera yang tinggal di reruntuhan sebuah kota, dipimpin oleh raja mereka, King Louie. Hasrat King Louie untuk mendapat api, yang dalam pandangannya bisa menjadikan dirinya setara manusia, bisa diparalelkan dengan alasan penjarahan sihir di ceritaku.

Saat membaca dan merenungi komentar para juri, aku jadi merasa teringat pada sesuatu yang rasanya pernah kurasakan belum lama ini, tapi nggak kunjung 'ngeh' pada sesuatu itu. Sampai akhirnya tiba-tiba aku dapat e-mail dari mbak Tyas Palar yang 5 menit kemudian menjadi kenalan baruku. Kami bertukar beberapa kalimat tentang karya masing-masing. In the end, pesan terakhir dari yang bersangkutan membuatku menuntaskan deja senti yang kurasakan lebih awal. 

Aku rupanya teringat pada kisah Mahar dan Burung Perintang Pulau di dalam Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata.

Dan tiba-tiba, semuanya langsung 'klik'. Nyambung. 

Pantas saja juri tidak melihat penjelasan yang telah kusisipkan ke dalam cerita, (dan malah memintaku lagi untuk memasukkannya di dalam cerita, bukan menjelaskannya di komentar.) Rupanya semua petunjuk dan pesanku tak tampak. Pesan bahwa seluruh cerita ini bukan membidik epic battle tapi mengetengahkan pembalikan situasi (dengan perlambangan permadani kulit manusia di bagian akhir,) dimana manusialah yang powerless di depan hewan yang sangat jago seperti halnya hewan sekarang powerless di depan manusia yang sangat jago, jadi nihil karena paradoks Burung Perintang Pulau itu.

Aku justru diminta bikin pertarungan lebih berimbang dan lebih seru dengan bikin para hewan menjadi kurang jago. Padahal di dalam kenyataan, kita tahu begitu sulitnya meminta pada manusia untuk menjadi kurang jago membantai hewan dan menggunduli hutan.

Pada akhirnya, aku berterima kasih pada Andrea Hirata yang mengajariku tentang paradoks ini, dan juga pada pembaca-pembaca Kota Para Penjarah yang memberiku komentar dan saran. Sebagian besar dari mereka tampaknya berhasil menangkap pembalikan situasi ini. Apakah, seperti halnya aku dan Mahar, mereka juga bisa melihat Burung-burung Perintang Pulau? 

Jika demikian, berbahagialah kami.




Luz Balthasaar

10 komentar:

Tyas Palar mengatakan...

Yah, bagaimanapun juga, pengertian 'fantasi' yang ada di benak juri juga mungkin tidak selalu sama dengan pengertian 'fantasi' kita. Dan tidak bisa tidak, menjadi juri juga pasti ada faktor selera dan lain sebagainya :)

Ngomong-ngomong selamat ya Luz, kamu menang kuisku :) Kirim alamat lengkap ke mailku ya...

Dan selamat juga, masuk 10 besar FF2010.

Luz Balthasaar mengatakan...

Bener banget Mbak soal fantasi. Those birds are indeed elusive.

Thanks ya buku gratisnya, dan thanks juga ucapan selamatnya. Selamat juga untuk Mbak karena menulis cerita kocak paling cerdas di event tersebut.

Gustaf, kutunggu jandamu! (!?!?!)

Juno Kaha mengatakan...

Mahar dan Burung Perintang Pulau ...?

*sembari nggremus pisang goreng*

Gw sama sekali gak baca Laskar Pelangi, jd boleh tanya itu ttg apa, Mahar dan Burung Perintang Pulau itu?

Hehe.

Danny mengatakan...

Aku sealiran sama Juu. Apa itu burung perintang pelangi, err... pulau?

Luz Balthasaar mengatakan...

Burung Perintang Pulau itu dalam ceritanya adalah burung yang antara ada dan ga ada. Kayak hantu gitu.

Ada yang bilang pernah lihat, ada yang bilang keberadaannya bohong. Jadinya ini paradoks.

Namun, ada cara untuk melihat burung-burung ini, dan nggak semua orang tahu caranya. Dan si Mahar kebetulan tahu caranya.

Lengkapnya baca Laskar Pelangi yah. Serius, nggak rugi kok. :)

Anonim mengatakan...

Long live Luz Balthasaar..!!!

kalo ngga salah, yang ngeliat burung ntu bakal ngalamin kesedihan ato kehilangan gitu yach?

:D

Zenas

Luz Balthasaar mengatakan...

Hahaha, thanks Zenas.

Bukan kesedihannya sih.

Yang ingin kuangkat adalah bahwa Mahar bisa 'melihat' burung itu, sementara Sahara, Samson, dan teman-teman lainnya nggak.

Itulah masalahnya dengan burung perintang pulau. Dia susah kelihatan.

Dewi Putri Kirana mengatakan...

Luz, makasih ya udah majang link ke blogku di sini.

Sudi mampir... jadi kayak warteg aja wakwakwak

Mudah-mudahan aku termasuk orang yang bisa ngeliat Burung Perintang Pulau ya.

Keep on writing and rock on!

Luz Balthasaar mengatakan...

Thanks Rie...! XD

Ya pastilah dipajang! Gimana nggak. U really deserve to win.

BTW, thanks for writing that story. aku jadi belajar sesuatu yang bener-bener bagus dari cerita kamu...

...yaitu ide untuk cerita baru!

Moga-moga kita semua bisa terus berkarya dengan semakin baik.

Don't lose sight of the birds, friends!

Anonim mengatakan...

@Juu
Ho oh, baca deh laskar pelangi. Ga rugi deh :D Gw deg-degan, sedih, terharu dan ngakak guling-gulingan baca itu :-P

Adrian