Minggu lalu aku sudah menyebut bahwa akan ada tamu agung yang datang berkunjung untuk mengisi blog sederhanaku ini. Beliau adalah seorang pria yang bangkotan sudah agak-agak berumur tapi masih ganteng, dan memiliki perhatian tinggi terhadap penulis-penulis fiksi fantasi Indonesia yang muda-muda. Beliau juga sangat berkharisma dan sangat kompeten di bidangnya. Walaupun kiprah beliau di dunia perfiksifantasian Indonesia bisa terbilang baru, kita tidak perlu meragukan lagi dedikasi dan kerja keras beliau selama ini.
Siapa dia? Bisakah anda menebak? Mari kita sambut...
KA HA ABUGOSOK BERAIR!!!
(Lengkingan gitar intro Otherworld dari OST Final Fantasy X terdengar nyaring, selagi Pak Ka Ha muncul sambil nyisir2 sorbannya dengan gaya slo-mo nan sexy dan berdansa crotch-grab ala Michael Jackson, untuk kemudian melakukan moonwalk ke kursi wawancara.)
Aku mendengar banyak pembaca segera ber-"yaaaaaaaah" kecewa karena mereka menyangka tamu agung itu adalah wajah yang lebih familiar. Tapi yaaa, aku beneran ga maksud nipu kok, hehehe. Pak Ka Ha telah menunjukkan dedikasinya pada fiksi fantasi dengan mendanai blogku selama ini, dan tentu saja, walau kiprahnya masih baru--mengingat MOVIE baru saja dibangkitkan--beliau sudah sangat berkompeten di bidangnya, yaitu membuat phatwa untuk mengatur fiksi fantasi Indonesia agar menjadi semakin bermoral. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, hari ini aku mengundang beliau untuk menjadi narasumber pada pokok bahasan kita yang "syur-syur."
Mari kita mulai!
Siapa dia? Bisakah anda menebak? Mari kita sambut...
KA HA ABUGOSOK BERAIR!!!
(Lengkingan gitar intro Otherworld dari OST Final Fantasy X terdengar nyaring, selagi Pak Ka Ha muncul sambil nyisir2 sorbannya dengan gaya slo-mo nan sexy dan berdansa crotch-grab ala Michael Jackson, untuk kemudian melakukan moonwalk ke kursi wawancara.)
Aku mendengar banyak pembaca segera ber-"yaaaaaaaah" kecewa karena mereka menyangka tamu agung itu adalah wajah yang lebih familiar. Tapi yaaa, aku beneran ga maksud nipu kok, hehehe. Pak Ka Ha telah menunjukkan dedikasinya pada fiksi fantasi dengan mendanai blogku selama ini, dan tentu saja, walau kiprahnya masih baru--mengingat MOVIE baru saja dibangkitkan--beliau sudah sangat berkompeten di bidangnya, yaitu membuat phatwa untuk mengatur fiksi fantasi Indonesia agar menjadi semakin bermoral. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, hari ini aku mengundang beliau untuk menjadi narasumber pada pokok bahasan kita yang "syur-syur."
Mari kita mulai!
Aku: Selamat Datang, Pak Ka Ha!
Pak Ka Ha: (Sambil mengangkat tangan seakan hendak menerima sesuatu dari langit.) Salaam, oentoek semua pembaca (go)blog(!) ini dan penggemaar Veekseefantasee Indon Eesa! Saya Ka Ha Abugosok Berair, akan menyampaikan kepada anda veerman-veerman dari TukHan berkenaan dengan veeksefantasee!
Aku: Terima kasih, Pak Ka Ha! Seperti kita ketahui, akhir-akhir ini Indonesia menjadi semakin terbuka dalam menampilkan hal-hal yang dulunya dianggap tabu. Diantara hal tabu itu adalah prOnoGrafi dan prOnoAksi. Sebagai bagian dari budaya masyarakat Indonesia, fiksi fantasi Indonesia pun terkena imbas. Banyak unsur yang sudah nyerempet sebagai prOnoGrafi dan prOnoAksi mulai ditampilkan di dalam naskah-naskah fiksi fantasi yang kita baca. Bagaimana pendapat anda berkenaan dengan hal ini?
Pak Ka Ha: Yaa, sangat benaar, pengamatan itoe! Kita sudah menjadi semakin bebas sehingga tiada lagi mengindahkan moraal-moraal Ketimuran! Di berbagai karya veeksefantasee, saya melihat berbagai kebejatan! Misalnya saja, cium-ciuman yang sangat se***xpleseet dan bernapsoe! Penggambaran tubuh-tubuh yang syur-syur! ilustrasi-ilustrasi yang menjurus prOnoGrafi! Hoeboengan-hoebeongan syurrrr yang menyeempang seperti permainan sarung vs. sarung dan pedang vs. pedang! Dan akhirnya, adegan bip-bip dan tut-tut! Semua itu menunjukkan betapa menyimpang, betapa hancurnya moraal bangsa Indon Eesa! Terkutuklah kaleean yang menulis itoe semoea! Jatuhlah ke dalam Neraka Jahannaam! Heeeeaaaaaaaa~! Tendangan Geledek Pencabut Nyawaaaaa~!
Para bodyguard langsung menghambur ke panggung untuk menahan Pak Ka Ha yang mulai memasuki berserk mode. Sementara aku jujur aja misuh-misuh di kursi karena jelas-jelas pernah melakukan beberapa dosa yang disebut Pak Ka Ha, baik dalam tulisan maupun kehidupan nyata. Tapi tentu saja aku berusaha menyelamatkan muka dengan mengajukan pertanyaan sok intelek.
Aku: Masalahnya, Pak Ka Ha, kita nggak bisa pukul rata semua begitu dong. Ayu Utami, Djenar Maesa Ayu, Andrei Aksana, dan banyak pengarang Indonesia menulis buku yang isinya syurrrr-syurrrr, tapi mereka tidak disebut membuat prOnoGrafi--
Pak Ka Ha: Hah! Bukan PrOnoGrafi? Kata siapa? Mereka itoe adalah orang-orang yang tiada mematuhi adat Ketimuran, norma agama, dan merusak moraal bangsa! Jelas bukan panoetan baik bagee generasi peneroes bangsa!
Pak Ka Ha langsung memasuki mode full-on khotbah diiringi track One Winged Angel dari OST Final Fantasy VII Advent Children yang sangar itu, sementara background berubah menampilkan scene neraka para penulis. Disini, semua penulis yang berdosa membuat prOnoGrafi dan PrOnoAksi dihukum dengan dipaksa menyaksikan naskah karyanya dibakar hidup-hidup, dirajam, dikoyak-koyak, dan diper-bip-bip dan diper-tut-tut (?) oleh prajurit-prajurit suci MOVIE.
Jujur saja, pemandangan neraka yang begitu mengerikan membuatku ketakutan. Maka aku mulai berdoa untuk memohon keselamatan dari kengerian yang demikian hebat. Dan mendadak... musik langsung fade in menjadi intro Paparazzi dari Lady Gaga.
Sebuah limousine ungu berhenti di belakang kursi wawancara. Pintunya terbuka. Dari sana tumpah ruahlah pria, wanita, dan waria yang semuaya cakep abis. Mereka berpakaian serba minim, ketat, dan mengkilat. Dengan amat lincah para tamu tak diundang itu melakukan tarian dengan koreografi yang menantang dan menggoda iman. Dan selagi Pak Ka Ha cengo di tempat duduknya, pemimpin mereka muncul dari dalam limo: seorang perempuan super cantik, seksi tiada tara, mengenakan gaun ketat berwarna merah yang super mini.
Pak Ka Ha langsung menjerit. Matanya membelalak. Tubuhnya siaga dalam kuda-kuda ala Brama Kumbara dalam drama radio Saur Sepuh tahun 1989-an.
Pak Ka Ha: Hah! Dewi Meeyabee! Masih hidoep rupanya kau! Kukira kau sudah tammat karena Dicoelik! Huh! film itu bohong rupanya! Rugi saia membayar Premieer XXI 100k rupeeyah!
Aku: (Bengong) Hah? Pak Ka Ha nonton film Dewi Meeyabee?
Dewi Meeyabee: (Ketawa BOW Jepang) Oh~ho~ho~ho~ho~! Ternyata!
Pak Ka Ha: Tap--tapi saia nonton itu untuk bela--belajar! Itu perlu dilakukan oentoek pengetahoean!
Para penari latar dan fans Dewi Meeyabee langsung serempak berkata dengan logat yang diarab-arabkan, "Al Munafiquuuuu~nn!!"
Pak Ka Ha langsung misuh2 mohon ijin ke WC. Sementara itu, kursi dan posisinya diambil alih oleh Dewi Meeyabe. Begitu melihat kamera, insting sang Dewi untuk memenuhi panggilan jiwanya langsung terpicu. Ia langsung membuka pakaiannya dan mulai menari dengan gerakan slow nan menggiurkan diiringi lagu Makhluk Tuhan yang Paling Sexy dari Mulan Jameela.
Aku: Stop-stop-stop! Mbak Dewi, stop dunk! Ui, ini bukan set filem-filem yang biasa Mbak bintangi! Ini ruang publik!
Dewi Meeyabee: Lah, nggak masalah, kan? Keindahan tubuh manusia adalah seni! Melakukan bip-bip dan tut-tut adalah kebutuhan alami manusia! Mengapa harus ditutup-tutupi? Mengapa harus disembunyikan?
Aku: Masalahnya, ini bukan tempatnya, Mbak--
Dewi Meeyabee: Hah! saya sudah sering mendengar alasan itu! Indonesia bukan tempat untuk prOnoGrafi! Indonesia adalah negara agamis yang kental dengan budaya Timur! Itu semua alasan munafik! Basi! Kalau kalian terus kolot kayak gitu, gimana kalian mau maju? Lihat negara saya! Negara yang sangat maju, meskipun bip-bip dan tut-tut tidak dikekang! Hiyaaaaaaaaat~!
Tanpa mau mendengar bahwa sebetulnya maksudku bukan itu, Sang Dewi segera mengumpulkan para anak buahnya dan mulai mendemonstrasikan aneka jurus-jurus bip-bip dan tut-tut yang naujubileh kolorbabeh nyeleneh sekaleh. Sementara itu Pak Ka Ha baru keluar dari WC. Begitu melihat adegan syur yang tengah terjadi di ruang wawancara, beliau segera mengeluarkan BlackBerry dan merekamnya, lalu mengunggahnya ke YouTube dengan judul Air Mancur Pengantin, walau entah apa yang memancur.
Kemudian ia memanggil para prajurit suci MOVIE dan menyerang Dewi Meeyabee dan para pengikutnya. Perang berkecamuk selama berhari-hari, dan pada hari terakhir, berkat campur tangan EVA-01, mereka semua mati dan berubah menjadi LCL.
Nah, setelah mereka semua mati, tinggallah aku sebagai satu-satunya survivor untuk merenungi nasib. Nasi telah menjadi bubur. Dan yang bisa kita lakukan sekarang adalah mengambil pelajaran dari bubur itu.
Pada dasarnya, memasukkan sesuatu yang syur-syur ke dalam naskah akan membenturkan penulis 1/2 mateng sepertiku di tengah peperangan antara pandangan Pak Ka Ha dan pandangan Dewi Meeyabee. Satu menganggap yang syur-syur itu tidak perlu karena katanya merusak moral. Satu lagi membebaskan penulis setengah matang untuk menulis apa saja atas nama seni. Mana yang sebaiknya dituruti?
Tiap orang yang mau menjadi penulis tentu saja bebas memilih ke mana ia mau berkiblat. Ke Pak Ka Ha, atau ke Dewi Meeyabee. Tapi bagiku argumen mereka berdua sama-sama bego.
Mulai dari argumen Pak Ka Ha, yang melarang kita menulis hal-hal porno karena "Indon Eesa adalah negara agamis dengan budaya Timur kental dan tidak pada tempatnya kita terlalu bebas disini." Aku yakin banyak yang sependapat dengan Dewi Meeyabee bahwa argumen ini basi dan menyebalkan. Aku setuju. Kenapa hanya dengan label "budaya Timur" kita dilarang menulis yang syur-syur? Kata siapa budaya Timur nggak sebebas budaya Barat dalam urusan bip-bip dan tut-tut? Memangnya Kama Sutra itu berasal dari Barat, gitu? Trus hentai itu dari mana? Dan relief-relief "nakal" di Candi Sukuh di Karanganyar itu siapa yang mahat yah? Kumpeni?
Dan kedua, masalah agama. Kita nggak boleh menulis yang syur-syur karena kita masyarakat yang beragama. Tapi kok di negara yang kayaknya lebih beragama dari kita ada budaya mem-bip-bip dan men-tut-tut TKW, yah? (Jadi, kalau kita beragama, kita ga boleh menulis yang syur-syur, karena kita harus langsung praktek gitu?)
Alasan dari kubu Dewi Meeyabee juga sama konyolnya. Seni sering dijadikan alasan untuk membolehkan kita menulis yang syur-syur. Perkaranya, seringkali mereka yang berlindung di balik tameng seni justru nggak bisa menyajikan tulisan syurnya dengan berseni. Dimana seninya jika kita cuma menjajarkan kumpulan deskripsi bip-bip dan tut-tut tanpa plot, atau, lebih buruk lagi, tanpa kemampuan menulis?
Jadi bagaimana? Ikut Pak Ka Ha susah, ikut Mbak Dewi sama saja. Mana yang benar?
Nah, setelah mereka semua mati, tinggallah aku sebagai satu-satunya survivor untuk merenungi nasib. Nasi telah menjadi bubur. Dan yang bisa kita lakukan sekarang adalah mengambil pelajaran dari bubur itu.
Pada dasarnya, memasukkan sesuatu yang syur-syur ke dalam naskah akan membenturkan penulis 1/2 mateng sepertiku di tengah peperangan antara pandangan Pak Ka Ha dan pandangan Dewi Meeyabee. Satu menganggap yang syur-syur itu tidak perlu karena katanya merusak moral. Satu lagi membebaskan penulis setengah matang untuk menulis apa saja atas nama seni. Mana yang sebaiknya dituruti?
Tiap orang yang mau menjadi penulis tentu saja bebas memilih ke mana ia mau berkiblat. Ke Pak Ka Ha, atau ke Dewi Meeyabee. Tapi bagiku argumen mereka berdua sama-sama bego.
Mulai dari argumen Pak Ka Ha, yang melarang kita menulis hal-hal porno karena "Indon Eesa adalah negara agamis dengan budaya Timur kental dan tidak pada tempatnya kita terlalu bebas disini." Aku yakin banyak yang sependapat dengan Dewi Meeyabee bahwa argumen ini basi dan menyebalkan. Aku setuju. Kenapa hanya dengan label "budaya Timur" kita dilarang menulis yang syur-syur? Kata siapa budaya Timur nggak sebebas budaya Barat dalam urusan bip-bip dan tut-tut? Memangnya Kama Sutra itu berasal dari Barat, gitu? Trus hentai itu dari mana? Dan relief-relief "nakal" di Candi Sukuh di Karanganyar itu siapa yang mahat yah? Kumpeni?
Dan kedua, masalah agama. Kita nggak boleh menulis yang syur-syur karena kita masyarakat yang beragama. Tapi kok di negara yang kayaknya lebih beragama dari kita ada budaya mem-bip-bip dan men-tut-tut TKW, yah? (Jadi, kalau kita beragama, kita ga boleh menulis yang syur-syur, karena kita harus langsung praktek gitu?)
Alasan dari kubu Dewi Meeyabee juga sama konyolnya. Seni sering dijadikan alasan untuk membolehkan kita menulis yang syur-syur. Perkaranya, seringkali mereka yang berlindung di balik tameng seni justru nggak bisa menyajikan tulisan syurnya dengan berseni. Dimana seninya jika kita cuma menjajarkan kumpulan deskripsi bip-bip dan tut-tut tanpa plot, atau, lebih buruk lagi, tanpa kemampuan menulis?
Jadi bagaimana? Ikut Pak Ka Ha susah, ikut Mbak Dewi sama saja. Mana yang benar?
Jawabanku, nggak ada. Semua pilihan memiliki resiko. Apapun yang kita pilih, pasti ada akibatnya. kalau sudah begini, yang penting bukanlah memilih. Yang penting adalah meluruskan niat kita dan mengatakannya dengan jujur. Jika aku tidak nyaman dengan unsyur yang syur-syur, ya ga akan kumasukkan. Tetapi aku akan bilang terang-terangan bahwa aku memilih itu karena aku pribadi nggak suka, bukan dengan berlindung di balik ketimuran, moralitas, dan agama. Dan aku ga akan memaksakan pikiranku ke orang lain yang berbeda paham, apalagi mengatai mereka sebagai makhluk-makhluk tidak bermoral yang pasti masuk neraka. (Lha, emang aku yang jaga neraka gitu, bisa tahu siapa yang masuk ke sana?)
Sama halnya kalau aku memilih untuk memasukkan unsyur nan syur itu. Aku akan bilang memasukkan itu karena mau dan suka. Nggak perlu pakai berlindung di balik seni untuk menutupi rasa malu atas fantasi bip-bip dan tut-tut sendiri, (lha, nulisnya berani, masak ngakunya ga berani?) apalagi memaksa orang yang tidak nyaman untuk menerima, sampai mengatai mereka kolot atau Al-Munafiqun.
Dan policyku yang terakhir, berkaitan dengan memasukkan atau tidak memasukkan, (halah, bahasanya menjurus sekali!) adalah eksekusinya. Lakukan pilihan anda dengan tidak picisan. Kalau aku tidak ingin memasukkan unsyur syur, aku akan melakukannya sedemikian rupa hingga nggak terkesan "malu tapi mau" dengan memakai eufemisme-eufemisme basi macam "tubuhnya tak terutup sehelai benang pun" untuk menggantikan kata "telanjang," atau memakai frase "melakukan hubungan pasutri" untuk menggantikan penggambaran bip-bip dan tut-tut.
Kalau aku memilih untuk memasukkan, aku juga akan melakukannya sedemikian rupa sehingga kesannya nggak lebai. kelebai-an ini akan membuatku kedengaran nggak otentik, kayak orang yang menyombongkan dirinya sebagai profesor urusan bip-bip dan tut-tut tapi sebenernya ciuman aja nggak pernah.
Pada akhirnya, kita sendiri yang akan memilih untuk memakai unsyur yang syur-syur ini atau tidak. Dan seperti halnya menciptakan karakter, pedomanku sederhana saja. Pertama, jujurlah mengakui niat diri sendiri dalam memasukkan atau tidak memasukkan. Kedua, aku nggak akan memaksakan pilihanku pada orang lain, apalagi sampai mengatai mereka tidak bermoral atau munafik. Dan yang terakhir, mengasah terus kemampuanku mengeksekusi, agar unsyur syur ini tidak tampak picisan.
Sama halnya kalau aku memilih untuk memasukkan unsyur nan syur itu. Aku akan bilang memasukkan itu karena mau dan suka. Nggak perlu pakai berlindung di balik seni untuk menutupi rasa malu atas fantasi bip-bip dan tut-tut sendiri, (lha, nulisnya berani, masak ngakunya ga berani?) apalagi memaksa orang yang tidak nyaman untuk menerima, sampai mengatai mereka kolot atau Al-Munafiqun.
Dan policyku yang terakhir, berkaitan dengan memasukkan atau tidak memasukkan, (halah, bahasanya menjurus sekali!) adalah eksekusinya. Lakukan pilihan anda dengan tidak picisan. Kalau aku tidak ingin memasukkan unsyur syur, aku akan melakukannya sedemikian rupa hingga nggak terkesan "malu tapi mau" dengan memakai eufemisme-eufemisme basi macam "tubuhnya tak terutup sehelai benang pun" untuk menggantikan kata "telanjang," atau memakai frase "melakukan hubungan pasutri" untuk menggantikan penggambaran bip-bip dan tut-tut.
Kalau aku memilih untuk memasukkan, aku juga akan melakukannya sedemikian rupa sehingga kesannya nggak lebai. kelebai-an ini akan membuatku kedengaran nggak otentik, kayak orang yang menyombongkan dirinya sebagai profesor urusan bip-bip dan tut-tut tapi sebenernya ciuman aja nggak pernah.
Pada akhirnya, kita sendiri yang akan memilih untuk memakai unsyur yang syur-syur ini atau tidak. Dan seperti halnya menciptakan karakter, pedomanku sederhana saja. Pertama, jujurlah mengakui niat diri sendiri dalam memasukkan atau tidak memasukkan. Kedua, aku nggak akan memaksakan pilihanku pada orang lain, apalagi sampai mengatai mereka tidak bermoral atau munafik. Dan yang terakhir, mengasah terus kemampuanku mengeksekusi, agar unsyur syur ini tidak tampak picisan.
Simpel banget, kan? Iyalah. Namanya juga teori!
Luz Balthasaar
Luz Balthasaar
23 komentar:
hmmmm, bib bip dan tut tut itu ga termasuk eufimisme ya ? kucari di KBBI sampe wikipedia ga nemu-nemu :) btw fikfanindonya kok ga ada yang baru sih ????
salam
Luck
Luz wrote : Aku mendengar banyak pembaca segera ber-"yaaaaaaaah" kecewa karena mereka menyangka tamu agung itu adalah wajah yang lebih familiar.
Wah, iya, tadinya kupikir yang bakalan diundang Om yang itu :P
Tapi emang sih, budaya timur justru lebih banyak bip-bip dan tut-tutnya. Baik yang cuma nyerempet, maupun yang nabrak langsung XD Disuruh melestarikan pula XD
Jadi inget ritual perkawinan suku Baduy :P
Btw, ada satu hal yang aku ga ngerti dari dulu. Sisipan adegan bip-bip dan tut-tut di dalam novel itu tujuannya untuk apa ya? Selain "sebagai sarana untuk menyalurkan fantasi penulisnya"?
@Luck, itu mah eufemisme boleh bikin2 sendiri, boleh niru bunyi sensoran. Ya teranglah nyari di KBBI sama Wiki ga akan nemu-nemu.
Mengenai Fikfanindo, aku lagi bikin satu repiu. Mohon maaf agak tersendat dikit ya. ^^ Aku baru saja ngelarin bab 25 proyekku, dan Om kita pun sibuk. Tp aku akan masukkan repiuku yang berikut segera.
_
@El, tujuannya, kalau nggak yang kamu sebut itu, ya servis pembaca. Esek-esek sells, kata mereka, kan?
Kalau penulis2 pemula, banyakan tujuannya ya itu dua. Tapi ada juga yang menaruh begituan sebagai perumpamaan, atau sebagai protes/kritik pada moralitas kebablasan seperti yang dimiliki Pak Ka Ha.
Apapun tujuannya, aku bilang jujur aja. Kalau memang si penulis naruh karena dia piktor, jangan berdalih seni apalagi sampai menuduh orang yang mengkritik dia munafik. Lha, apa dia sendiri ga munafik tuh, piktor tapi ngaku-ngaku seni?
Tambah lagi kalau eksekusinya picisan kayak cerita2 esek2 gratis yang banyak bertebaran di situs2 model 17-tahun-kesamping-dot-com.
Seni? Dari Hongkong.
LCL emangnya dari manusia ...?
Hm, gw bingung mau ngomentarin apa soal postingan terbaru ini. Gak mau jadi pihak ketiga yg pny pendapat sendiri soale. :D Apa yg udah disimpulkan oleh Signora ya begitulah adanya, tergolong mengena ama pemikiran gw sejauh ini.
Anyway, kenapa tiba2 nulis ini? Dan gw juga bertanya2 fikfan apa gerangan yg memasukkan unsur yg perlu disensor ama FPI itu?
Hehe.
Aye juga cuma bisa nonton aja deh.
Sepertinya aye juga ikut blok Ka Ha deh. Kurang begitu suka masukin unsur syur dalam cerita karena memang ga da alasan yang tepat untuk memasukkan itu. Atau mungkin memang belum umurnya mikir ke arah sana.
Juga sama sekali tidak pernah tertarik baca cerita syur yang berkisar seputar selangkangan. Seringkali surem bo. Kecuali kalo emang 1000% syur bin uhuy aka 17 tahun dot com. Wkwkwkwkwk.
Btw, LCL tuh apa ya? Dan Ka Ha ini emang tokoh nyata begitukah? Dan sponsor pula?
Heinz.
@Juun, bukannya di Evangelion memang manusia klo AT Field-nya runtuh jadi LCL yah? O_O
Atau aku yg keliru nangkep?
Lagi nyari DLan Eva 2.0 yang bagus. Kmrn dapet yg ancur.
Kalau ditanya fikfan apa, benernya bukan fikfannya yang mau kusorot, tapi kontroversi soal konten syur2. Ini benernya debat lama yang pertama kali kutemui waktu jaman Ho***ly Kn***ight dulu.
Kubu yang pro sama syur2 nuduh kubu yang kontra munafik. Sebaliknya, yang kontra nuduh yang pro ga bermoral. Argumennya persis seperti argumen yang direkonstruksi oleh Pak Ka Ha dan Dewi Meeyabee diatas.
Dah gitu, minggu lalu aku browsing dan nemu artikel soal Menculik Miyabi yang debatnya juga kayak gitu. Jadi kepengen nulis soal ini.
Kalau mau nyebut fikfan lokal yang agak syur sekarang, paling Forever Wicked-nya si Ewing. (Halah, baru ingat! Gak kepikiran ini pas nulis. ~_~)
Ini contoh fikfan berunsyur syur yang sikap pengarangnya patut kukasih angkat topi. Si pengarang berani nggak bersembunyi di belakang tameng seni. Tapi kalau ditanya eksekusinya, aku akan bilang "baca sendiri aja".
_
@Heinz, Iyah, Pak Ka Ha itu yang biayain blog ini.
Kalau cerita berunsyur syur surem, ada kecenderungan memang dia jadi angst sih, mengingat kalau dengar kata s***eks bebas itu pasti larinya ke drugs, broken home, dll dsb. Tapi ada juga kok yang larinya ga kesitu.
Hm....Ka Ha....Siapa ya? Keingetnya LKH mulu.
Hahaha ternyata gitu toh latar belakangnya.
Tapi Holy Knight emang EHEM EHEM EHEM syur binti sip. Kirra Irvana-nya itu lho, diterpa angin terus. Ah, jadi nostalgia masa menggebu SMA deh. Tapi itu baru kena di ilustrasi sama sekali ga di konten. Kalo udah di konten entah bagaimana apakah pake jurus-jurusan juga. Wkwkwk.
Btw tuh cerita "mati" ya jadinya? Yang Frameless Orb juga ga tau gimana. Ga niat diterbitkan lepas. Mungkin gara-gara sibuk ama Trading Card Game.
Setuju. Sejauh ini, cerita yang berbau syur paling OK baru yang si bos Ewing punya (Yang kubaca yang biawak). Gaul dan sama sekali ga berasa latar surem. Tapi efek sensualnya kena.
Btw, fikfanindo sedang sepi. Sis, lagi bikin repiu Nadi Amura? Lalu yang bikin Death to Come siapa?
Soalnya kepikiran mau menjajal ilmu repiu. Nanti bakal minta permit dulu ama si big bos sih. Cuma sebelumnya mau cross-check dulu ama sis.
Heinz.
@Heinz, makanya, ini memang bukan masalah naskahnya, atau konten. Cuma masalah kontroversinya.
Baidewei, yang Biawak itu memang nggak terlalu syur kok.
kalau Repiu Nadi Amura, aku bikin karena kayaknya aku satu-satunya yang baca. Klo mau bikin Death To Come, dan Om kita approve, silakan aja.
Tpi klo km bikin Death To Come, aku bikin apa ya berikutnya?
Hmmm...
Ah, aku tahu! Trilogi Magical Seira-nya Sitta Karina! XD XD XD XD XD
Evangelion 2.0 hrsnya udah rilis DVD barengan ama Summer Wars kemarin. Pesan sponsor: Summer Wars itu oke mnrt gw. :D
Gw jg blm dapat yg 2.0, ntar buli2 temen sekampus yg pny link downloadan aja deh.
Oh, rite, kalo ditanya gw kecenderungan nulisnya ke mana, gw lbh ke kubu KH. Selain gw merasa kurang etis aja masukin unsur semacam itu ke dlm tulisan (halaah, bilang aja gak bisaaaa! orz) yg mau gw tujukan ke pasar luas semua umur, gw sendiri jg jengah kalo ngebaca karya org lain ada fan-service adegan xxx itu. Rasanya kalo diilangin jg ceritanya gak bakal hancur, kadang kepikiran gitu, tapi ya namanya fan-service ...
Di DNMS--salah satu tulisan gw berusia 10 tahun--sbnrnya ada konten yg, euhm, katakanlah sebaiknya dikonsumsi mereka yg sudah berpikiran lbh dewasa, tapi bukan berarti adegan xxx, tapi sampe sekarang gw merasa itu masih bisa diterima orang lah. Gak akan digrebek FPI, gitu deh. :P
Hehe.
Hm, kalau begitu aku musti ngintip FW nih.
Abis udah banyak (udah jadi malah). Jadi butuh bensin niat yang berlebih.
OK deh. Ijin dari dua kuncen fikfanindo udah dapet. Lanjut ke TKP.
Heinz.
Disini, semua penulis yang berdosa membuat prOnoGrafi dan PrOnoAksi dihukum dengan dipaksa menyaksikan naskah karyanya dibakar hidup-hidup, dirajam, dikoyak-koyak, dan diper-bip-bip dan diper-tut-tut (?) oleh prajurit-prajurit suci MOVIE.
OOHH NNOOOOOO!!!!! MY MASTERPIECE!!!!
*Ehm* anyway, apapun isinya yang paling penting emang eksekusinya. Apa bisa jadi rock hard apa malah ngesuck sampe kebawah banget...
... baru sadar kalimat diatas bisa berarti ganda.
NYOT...ha ha ha
Bicara tentang syur-syur yang agak nyerempet2 pornodiksi, saya termasuk yang canggung untuk memasukkannya ke dalam cerita. Makannya saya cuma bisa geleng-geleng kepala kalo baca novelnya Djenar Maesa Ayu.
Kalau di masukin ke dalam fiksi fantasi, adegan syurnya dibuat ajaib juga seperti dilakukan sambil terbang atau lewat telepati ha ha ha
Gitu dulu deh
Salam kenal
Zenas
O iya, alamat email di mana ya, sis?
Soalnya repiu Death to Come dah nyaris beres.
Mungkin perlu ada yang ditambah begitu?
Dulu pernah liat alamat email-nya di lautan. Tapi lautan kacau lagi.
Heinz.
@Heinz, alamat e-mailku tuh di contact button di header blog ^^
Akhirnya ganti template lagi. Moga2 ini yang terakhir...
_
@Danny, awas Dan, didatangin MOVIE tuh kalau bikin posting subliminal gitu, hihihi ^^
_
@Juun, setuju, dan nggak bisa bikin unsyur syur atau fanservice pun nggak berarti kita jelek sebagai penulis. Dan BTW, umur 10 udah bikin yang 'menjurus'? Wow. O_O
__
@Zenas, salam kenal juga. Dan istilah keren, BTW, PrOnoDiksi. XD
Pemilihan kata yang berbau prOn. Contohnya di post Danny tuh, prOnoDiksi banget...
kalau yang pernah kubaca sih biasanya fikfan syur itu bercerita tentang succubus atau incubus atau Supranatural S***exual Predator lain. Ada juga yang kubaca demon X dark elf, dan kalau itu masih kurang, coba main Dragon Age: Origins. Bisa 4some dengan elf dan...
Aw man, kok aku malah cerita yang beginian sih. ~_~
Dragon Age mah udah untuk konsumsi dewasa ... Mau hetero, homo, ada semua dah, tinggal pilih.
Bukan umur 10! Rawr! Itu tulisan yg umurnya udah 10 thn, mulai ada "penjurusan" pas gw kerjain di SMP/SMA, kira2 4-6 tahun laluuuu! Bukan umur 10 udah bkn yg aneh2!!! [>_<]
Hehe.
DVD dan BD Evangelion 2.22 dirilis tanggal 26 Mei, jadi mari kita menunggu dengan sabar (gw juga fans Eva) ^_^
unsur syur dalam cerita fantasi menurut gw ok2 saja, asal unsur syur tersebut porsinya sesuai dan tidak merusak cerita.
Biarpun dibilang memasukkan karena ego pengarang, mari kita pikirkan kembali, untuk siapa karya kita ini...
bagi yang ingin belajar bahasa syur yang indah, saya merekomendasikan buku guru piano karya Elfriede Jelinek. saking nyeninya tuh buku, mesti kerja ekstra keras untuk baca tuh buku...tapi memang, ceritanya sangat bagus, dan sangat direkomendasikan untuk penggemar sastra
AH!
Gw inget! Ada satu fikfan (non-lokal) yg ada unsur "syur" meskipun gak gamblang banget dan pelakunya bukan pemeran utama. Kejadiannya pas si pemeran utama lagi mandi, dia ngedenger via tembok yg gak tebel kalo penghuni kamar sebelah lagi xxx.
Gw baru inget pas re-shuffle tumpukan buku di atas meja tulis gw kemarin. :P :P Itu novel yg udah gw baca dan gw angkat alis pas mendapati ada sisipan "syur2an" di dalamnya. Gak mengira di dlm fikfan ada omongan macam itu juga.
Hehe.
Aduh aduh, mba. Artikel kali ini syuuuuur bangeeetz XD Jadi bingung mau komen apa :-P
Tapi saya setuju soal eksekusi. Bukan apa, tapi bagaimana. Bukan ide, tapi eksekusi. Imajinasi liar yang ditulis dengan liar bakal bikin yang baca jadi lieur :))
Apalagi kalo adegan syuuuuur(ga) ditulis tanpa plot dan kemampuan nulis. Apa bedanya sama ste***nsi***lan =))
Btw, saya tadi udah menduga yang dateng emang pak Ka Ha. Ahak hak hak :D
Adrian.
@Striferster, aku lom baca The Piano Teacher. Pas liat sinopsisnya aku langsung males baca. Tapi kalau bahasanya bagus tar intip2 punya orang.
Cerpen kamu dah dikomen ya, di Weblog. Thanks!
__
@Juun, sounds like fanservice. O_O Judulnya apa sih? Kali aku tau ^^
__
@Adrian, setubuh... eh, setujuh!
Seringkali masalahnya memang eksekusi. Dia bilang demi seni, tapi eksekusinya sama sekali ga berseni. Paling betein kalau dia terus ngomong kayak gini terlepas dari orang di sekitarnya bilang ga nyaman, tapi dia terus ngajukan argumen seni yang sama, dan ngatain yang ngekritik kolot atau Al Munafiqun.
Kalau orang ga nyaman, itu bukan pertanda kalau mereka kolot atau Al Munafiqun.
Seperti yang pernah kucatat, kadang orang mengkritik itu kata-katanya beda dari apa yang sebenarnya jadi masalah, dan ini disebabkan oleh persepsi subjektif. Meski begitu, kritik mereka tetap sebaiknya diperhatikan karena eksistensi masalah tetep objektif.
Jadi, kalau mereka bilang mereka ga nyaman, masalahnya bukan karena ga bole ada bagian syur, atau bukan karena mereka kolot. Kemungkinan besar masalahnya adalah apa yang kamu sebut: Eksekusinya terlalu sten***sil***an.
@Luz
thx atas komennya yang komplit :D, feedback dari saya saya tulis di blog saya, biar gak OOT di sini
ngomong2 ending "Kamu" ada pengaruh dari "supernova" Dee....(twist yang bikin saya berkomentar wow!)
ya, masalah eksekusi juga sangat penting, bayangkan cerita keren macam LOTR, terus ada adegan syur yang sangat 'nggak deh'
contoh yang saya ambil game visual novel 'Fate stay night' (eroge, tapi serius, ceritanya bagus!)
saya ambil beberapa dialog adegan syur yang bisa bikin orang berkata what? lulz, dan adegan syur tersebut merusak character....
"i feel like a dog now!"--> what?
"like a trained prostitute..."-->merefer ke V wanita, shiro, you're so bad....
shame on you Kinoko Nasu, penulis misteri dan aksi yang bagus, tapi jelas, bukan penulis syur yang hebat..
kalau mau tahu yang lain, bisa coba cari di google. kalau tidak salah, ada yang bikin award seperti judul teraneh, pembukaan terjelek, adegan syur terburuk..gw pernah baca artikelnya, tapi lupa sumbernya..
yang pasti adegan syur yang pernah saya baca, dan dinobatkan sebagai adegan syur terburuk di fiksi ada di s*****u c*****x (karena itu situs dewasa, link tidak saya masukkan...)
@Luz: Sabriel. Itu terjemahan, bukan fikfan lokal. Sbnrnya, IMHO, gak fanservice gimana banget sih.
Hehe.
Kalo yang ini aku nggak ikut-ikut dah. Nggak bisa nulisnya, keburu merah muka karena ngebayangin yang nggak-nggak (atau yang iya-iya? kyaaaaaaaahhhhh XD XD XD )
@Striferser, Okay, Ur welcome. Pengen tukeran link ga? Kalau mau bilang aj, nanti aku coba taruh di blogroll atau di link.
__
@Juun: No Wai... Sabriel? O_O
Sebenernya dah beli itu dari lama banget, tapi belum dibuka. Bis keburu beli yg lain2 yg lebih narik buat dibaca. Mana ada naskah sendiri yang lg dikebut2nya. ~_~
Heeeem~ Untuk Selasa ini, aku masukin cerita lamaku lagi ah. Itung2 menuhin usulku ke Striferser, nge-salvage tulisan2 lamaku dari pulpen, dan melihat apa aku bisa melakukan eksekusi adegan syur bagus.
Posting Komentar